Akhirnya menginjak Pulau Bali

Akhirnya menginjak Pulau Bali

Masih di hari ketujuh—October 07, 2013. Waktu bebas untuk Tim Terios 7 Wonders – Hidden Paradise menjelajah Taman Nasional Baluran baru saja habis. Selepas hunting foto di Savana Bekol hingga Pantai Bama, kini tiba saatnya melanjutkan perjalanan menuju Pulau Bali. Kalau Sun Go Kong punya “Pilgrimage to the west,” maka kami punya “Journey to the east.” Kecuali perjalanan Jakarta-Sawarna, hampir pasti tak ada pergantian hari tanpa lebih jauh ke timur Indonesia.

Kecuali Enuh (videographer bin kameramen) dan Pak Endi (sesepuh merangkap team leader), komposisi tim kecil (3-4 orang per mobil) masih bertahan dari Jakarta hingga Baluran—dan sepertinya hingga ekspedisi berakhir. Tiap orang kembali ke mobil masing-masing. Saya, Boski, Uci, dan Mumun masih solid tergabung dalam Tim Terios 7.

Pukul 09.45, semua peserta bertolak dari Wisma Bekol yang dibangun pada tahun 1987, menyusuri satu-satunya jalan utama Bekol-Batangan, menuju pintu gerbang Batangan, Taman Nasional Baluran.

Handling Daihatsu Terios semakin mantap seiring pergantian hari. Penyesuaian karakter kendaraan dengan driver pun telah tercapai. Ditambah aspal tahun 1981 yang hampir seluruhnya rusak, membuat petualangan kami di Baluran terasa lebih sempurna. Spek adventure yang ditanam pada Sport Utility Vehicle (SUV) 7 seater ini sepertinya tidaklah sia-sia.

Dalam perjalanan menuju Batangan, beberapa kali stop-and-go untuk kepentingan dokumentasi masih kami lakoni. Untuk hal ini, siapa lagi komandannya kalau bukan Pak Endi atau Toni.

Dedaunan kering yang berdiam di sepanjang kiri-kanan jalan memancing sebuah ide brilian. Boski berinisiatif berhenti kemudian mengumpulkan daun-daun kering tersebut ke tengah-tengah jalan. Demi mempercepat proses, yang lain ikut bahu membahu melaksanakan idenya.

Taburan dedaunan kering Baluran telah siap. Saatnya dilindas dengan kecepatan tinggi. Fungsinya apalagi kalau bukan untuk membuat mereka beterbangan diterpa udara yang dihempas kencang. Pada jarak 150 meter di depan, Enuh telah siap dengan video camera analog yang di-settingslow speed” untuk memberi kesan dramatis pada hasil akhir.

Terios 7 kembali mundur beberapa meter ke belakang. Sambil menunggu aba-aba dari ujung sana, Boski, teman beranting kiri-kanan ini, telah siap pada posisi ancang-ancang. Tak lama kemudian, terdengar tanda koordinasi berfrekuensi mono dari speaker Handy Talkie di tangan kirinya. “Oke, siap! … Camera rolling! … Action!

Satu adegan kembali didapatkan. Kami segera melanjutkan perjalanan, menyusul rekan-rekan lain yang telah jauh di depan. Sebelum benar-benar meninggalkan Taman Nasional Baluran, sekali lagi Pak Endi memberi instruksi untuk mengambil 1 scene di depan visitor center Batangan.

 

Menuju Pelabuhan Ketapang

Odometer digital Terios 7 menunjukkan angka 1785 saat keluar dari pintu gerbang Baluran. Belok kiri jalan raya utama, kemudian serong ke kanan menuju Pelabuhan Ketapang. Jalan Banyuwangi – Situbondo siang itu cukup lengang, sehingga hanya dibutuhkan waktu selama 35 menit perjalanan saja dari Baluran ke Pelabuhan Ketapang yang berjarak 27 kilometer tersebut.

Di depan pelabuhan, baik yang jalan kaki maupun berkendaraan, tanpa terkecuali calon penumpang diperiksa oleh petugas keamanan, tujuannya tentu untuk mengantisipasi tindak kejahatan. Jadi, bila kalian berencana menyeberang ke Pulau Bali melalui jalur Ketapang ini, pastikan bawa identitas diri ya, sebab kalau tidak, pasti panjang urusannya.

KMP Trima Jaya 9

KMP Trima Jaya 9

Di lambung Kapal Motor Penumpang (KMP) Trima Jaya 9, tiap kendaraan yang masuk diarahkan oleh juru parkir kapal. Sebelum memarkir, biasanya mereka akan menghitung jumlah kendaraan yang masuk dan perkiraan tonase kendaraan yang akan diangkut. Posisi parkir pun diatur sedemikian rupa supaya keseimbangan kapal tetap terjaga, entah dalam kondisi cuaca baik maupun cuaca buruk. Demi keamanan, semua kendaraan roda empat yang telah terparkir juga harus di-rem tangan. Sementara khsusu truk bertonase tinggi, akan ditambahkan dengan “sabuk pengaman” pada bagian roda-roda.

Menyeberangi Selat Bali

Menyeberangi Selat Bali

Selamat Tinggal Pelabuhan Ketapang

Selamat Tinggal Pelabuhan Ketapang

Ki-Ka: Wira, David, Pak Endi, Boski, Enuh, Indra Dober

Ki-Ka: Wira, David, Pak Endi, Boski, Enuh, Indra Dober

Melalui tangga besi, kami semua naik ke dek atas. Sebagian peserta memilih untuk berdiam di dek penumpang, sementara sebagian yang lain pilih berada di sekitar ruang nahkoda. Dan saya, termasuk pada kelompok kedua. Setelah mendapatkan ijin masuk ke ruang kontrol kapal, beberapa dari kami mulai terlibat obrolan dengan sang nahkoda. Bagaimana ceritanya? Tunggu artikel berikutnya. 😀

 

Aktifitas perintilan kegiatan penyeberangan

Dalam perhitungan saya, waktu yang diperlukan untuk menyeberangi Selat Bali mencapai 1 jam lebih. Apakah terkesan lama, untuk menyeberangi lebar Selat Bali yang “tak seberapa” (30 km)? Untuk mendapatkan gambarannya, mari kita breakdown waktu tersebut terkait beberapa kegiatan loading-unloading sebagai berikut; datang ke Pelabuhan Ketapang, pemeriksaan keamanan, mengantri masuk lambung kapal, pengaturan posisi parkir, menunggu penumpang/kendaraan lain masuk kapal, tunggu komando berangkat dari syahbandar pelabuhan, menyeberangi Selat Bali, menunggu antrian kapal keluar/masuk Pelabuhan Gilimanuk, merapat ke pelabuhan, dan akhirnya… penumpang/kendaraan mengantri keluar dari lambung kapal.

Menjelang Pelabuhan Gilimanuk Bali

Menjelang Pelabuhan Gilimanuk Bali

Menunggu antrian bersandar di Pelabuhan Gilimanuk

Menunggu antrian bersandar di Pelabuhan Gilimanuk

Berdasarkan perhitungan kasar, waktu yang kita butuhkan untuk menyeberangi Selat Bali sebenarnya hanya 20-30 menitan. Yang membuatnya lama adalah kegiatan ‘penunjang’ lain, yang baru saya sebutkan di atas.

 

]umper Dermaga

Dalam proses kapal merapat pelan, teriakan lantang terdengar dari bibir pelabuhan. “Om! Lemparin duitnya Om! 100,000 aja! Lompat Om! Dipoto!”

Njaluk o mbah-mu kono le!

Jumper Pelabuhan Gilimanuk

Jumper Pelabuhan Gilimanuk

Entah bagaimana menurut pemikiran kalian, tapi bagi saya, kata-kata ini langsung menyiratkan 2 makna berbeda bila kita melibatkan faktor usia.

Bila yang meneriakkan kalimat ini adalah anak-anak kecil yang tak mengerti apa-apa, tentu saya bisa memakluminya sebagai sebuah keisengan. Tapi, karena yang berteriak tadi adalah pemuda-pemuda (yang seharusnya telah berpikiran) dewasa, kalimat seperti ini lebih mirip intimidasi ketimbang sebuah keisengan belaka.

Kalau mereka pikir mencari uang sebegitu gampang—minta 100,000Rp!—kenapa yang mereka lakukan justru sebaliknya? Mengalap rejeki dengan menghinakan diri sendiri lewat intimidasi.

 

Dari Pelabuhan Gilimanuk ke Hotel Santika Kuta

Daihatsu Terios di Pulau BaliDaihatsu Terios di Pulau Bali

Daihatsu Terios di Pulau Bali

Lepas dari Dermaga MB 1, pemeriksaan keamanan kembali harus kami lewati—begitu hendak keluar dari Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Waktu sudah menunjukkan puku 13.00, cacing-cacing kelaparan di dalam perut sana kembali meminta jatahnya. Membaca gelagat kami, cepat tanggap Pak Endi menginstruksikan mencari rumah makan terdekat. Yang beruntung menampung perut-perut lapar kami saat itu adalah Warung Makan Jawa ‘Hidayah’ di bilangan Jalan Raya Gilimanuk Denpasar No. 1111.

Warung Makan Jawa Hidayah

Warung Makan Jawa Hidayah

Suasana Warung Makan Jawa Hidayah

Suasana Warung Makan Jawa Hidayah

Menu Spesial Ayam Betutu

Menu Spesial Ayam Betutu

Benar-benar ‘hidayah’ bagi saya yang seorang vegetarian jadi-jadian ini, bagaimana tidak, menu daging-dagingan kembali muncul di atas meja makan. Huhuhu.

Kali ini menu spesial Ayam Betutu lengkap dengan asesorisnya, seperti; lalap bayam, toge, kacang tanah, dan sambal kacang pedas penggugah selera. Demi perbaikan gizi, kebiasaan vegetarian yang saya anut, sepertinya terpaksa mengalah lagi. Dan tahukah kalian, semakin kami ke timur, semakin pedas pula rasa sambalnya. Kenapa ya kira-kira? Kalau ada yang tahu, tolong beritahu saya ya. 😀

Di Bali, Handphone Murah!

Di Bali, Handphone Murah!

Pukul 14.30 waktu indonesia bagian tengah. Selepas makan siang, Tim Terios 7 Wonders kembali melanjutkan perjalanan menuju Kuta, Bali. Menyusuri Jalan Yeh Embang, melintasi Jalan Bagus. Tak butuh waktu lama, Uci dan Iman kembali asik berbalas pantun bergenre gombal lewat udara. Selain jalan raya, Handy Talkie inilah yang selalu menjadi penyatu kami semua selama dalam perjalanan.

Di jalan raya Desa Yeh Embang Kangin, laut terlihat membiru di bagian kanan jauh, sementara di kiri kami, perbukitan tampak menghijau. Berbeda telak 180 derajat dengan Taman Nasional Baluran yang baru saja kami tinggalkan.

Sore itu jalan raya yang kami lalui mendadak padat. Satu jam perjalanan lancar tertahan kemacetan panjang menjelang Desa Medewi. Odometer Terios 7 telah berubah ke angka 1868. Tambahkan 15 kilometer lagi, gapura “Selamat Datang Kabupaten Tabanan” pun kami jelang. Kali ini iring-iringan kendaraan harus rela menunggu antrian karena adanya perbaikan jalan—diberlakukan sistem buka-tutup jalan.

Warna hijau pepohonan masih bisa kami temui di sepanjang jalan area perbukitan Desa Selemadeg, Bali. Setelah 2.5 jam terlewatkan lepas dari makan siang, kami kembali menjawab panggilan alam, belok kiri di sekitar Merangi. Sementara yang lain sibuk ‘setoran,’ Menteri Keuangan Tim Terios 7 Wonders, Pak Agam, kembali mengawal jalannya pelengkapan logistik untuk perbekalan selama perjalanan yang masih beberapa jam ke depan.

Bila kalian melakukan perjalanan jauh seperti kami, dalam interval waktu tertentu sempatkanlah beristirahat seperti ini, supaya tubuh bisa istirahat sementara waktu hingga kembali prima seperti semula. Hindari berkendara dengan tubuh yang lelah, karena bisa membahayakan nyawa kita, juga orang lain.

Baru tiba di Hotel Santika Kuta

Baru tiba di Hotel Santika Kuta

Hotel Santika Kuta

Hotel Santika Kuta

Dari Meranggi—tempat kami berhenti—rute berikutnya adalah; Jl. Raya Bypass/Soekarno, Tabanan – Jl. Kartini – Jl. Aban Tuwung – Jl. Raya Mengwi – Jl. Ngurah Rai – Jl. Kapal – Pasar Senggol Kapal (Desa Adat Kapal) – Jl. Dalung – Jl. Padang Luwih – Tegeh Kerobokan – Jl. Sunset Road – Jl. Kuta – Jl. Patih Jelantik – Jl. Legian – hingga berakhir di Hotel Santika Kuta, Bali. Ah, senang rasanya Tim Terios 7 Wonders – Hidden Paradise bisa istirahat kembali. [BEM]