Memilih backpack untuk traveling itu gampang-gampang susah. Gampang, karena pilihan yang tersedia bisa dikatakan cukup banyak di pasaran. Susah, karena tidak semua pilihan backpack yang tersedia di pasaran, cocok dengan keperluan dan selera kita. Giliran cocok dengan keperluan dan selera kita, biasanya harganya gak kira-kira. Giliran duitnya ada, tipe backpack-nya sudah gak diproduksi lagi. Giliran diproduksi lagi, gak keluar di sini. Mau ajak berkelahi, badan penjaganya gede tinggi. Saya gak berani. #fiuh
Waktu yang saya butuhkan untuk menetapkan pilihan backpack yang sesuai kriteria dan harapan, bisa sampai berbulan-bulan. Membaca beragam referensi di internet jelas saya lakoni. Tujuannya, sebagai bahan pembanding, antara apa yang ada di dalam benak saya dengan pengalaman orang lain—yang sudah tentu berbeda-beda.
Semakin panjang proses risetnya, semakin bingung pula saya dibuatnya. Nah, untuk kalian yang memiliki masalah serupa—kesulitan memilih backpack yang sesuai kebutuhan—berikut ini saya sarikan langkah-langkah apa saja yang bisa diambil sebagai bahan pertimbangan. Harapannya, semoga proses kalian dalam menentukan pilihan backpack yang sesuai harapan jadi lebih gampang.
Back system
Back system adalah sistem/konstruksi bagian ransel yang bersentuhan langsung dengan punggung kita saat mengenakannya. Karena back system (berdasarkan pengalaman pribadi) ini sangat berpengaruh pada faktor kenyamanan selama dalam perjalanan, maka ia harus dijadikan prioritas utama saat memilih ransel.
Harga, jelas bukan jaminan kenyamanan. Tapi, bila harga mahal saja tidak bisa menjadi jaminan sebuah ransel akan nyaman digunakan, apalagi yang murah. Ya, kan?
Namun demikian, ransel yang harganya relatif mahal tentu bisa sedikit diharapkan. Setidak-tidaknya, masih ada kemungkinan sang produsen telah melakukan penelitian yang mendalam sebelum ransel produksinya dilempar ke pasaran—entah itu penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan, kekuatan, bahan yang digunakan, fungsionalitas, keselamatan, dan lain sebagainya.
Dengan saya berkata demikian, bukan berarti saya mendewa-dewakan barang mahal. Karena, yang namanya mahal atau murah itu sangat relatif. Tergantung siapa yang menyebut, bagaimana keadaan finansialnya saat itu, apa keperluannya, bagaimana ketersediaan barangnya, dan lain-lain.
Sebuah ransel yang berharga mahal, bisa menjadi murah kalau kondisi keuangan kita sedang berlimpah. Pun sebaliknya, ia bisa menjadi mahal kalau kita tidak sedang membutuhkannya.
Sekarang, mari kita lihat beberapa poin yang bisa dijadikan acuan dalam pemilihan back system yang baik:
- Sirkulasi udara
Sirkulasi udara yang baik dapat menghemat pengeluaran tenaga hingga 30 persen. Penghematan tenaga ini didapat dari berkurangnya panas yang dihasilkan tubuh—terutama di bagian punggung—akibat kecilnya luas penampang ransel yang bersinggungan langsung dengan punggung. Selain itu, kualitas bahan ransel yang baik juga membantu pelepasan panas tubuh menjadi lebih optimal.
Berkaitan dengan sirkulasi udara, pilihan saya jatuh pada back system bertipe jaring (mesh). Dan, setelah berkali-kali digunakan, bertambah yakinlah saya, bahwa pilihan tersebut adalah tepat.
- Panjang torso
Torso adalah istilah anatomi untuk tubuh bagian atas—mulai dari pangkal leher sampai ke pinggang. Setiap orang memiliki ukuran torso yang berbeda-beda. Ada yang pendek (biasanya wanita), dan ada pula yang panjang (biasanya pria).
Untuk mengetahui apakah sebuah ransel memiliki ukuran yang sesuai dengan panjang-pendek torso kita, cara yang paling mudah adalah dengan menggunakannya. Yang harus dilakukan pertama adalah, kencangkan shoulder strap, kemudian kencangkan dan kunci hip strap/hip belt.
Bila posisi jatuh beban pas di pinggang, berarti ukuran back system ransel tersebut telah sesuai dengan panjang torso kalian. Namun, bila posisi jatuh beban berada di pinggul, berarti back system ransel tersebut terlalu panjang. Sebaliknya, bila posisi jatuh beban berada di atas pinggang, berarti back system ransel tersebut terlalu pendek.
Ukuran back system yang tidak sesuai dengan panjang torso, akan membuat kita mudah merasa lelah, karena bagian tubuh yang seharusnya terbebas dari tekanan kini dipaksa menanggung beban—akibat terjadinya pergeseran titik jatuh beban. Analogi sederhananya, ibarat kita yang terbiasa berjalan tegak, kemudian dipaksa berjalan jongkok.
- Bantalan
Bahan busa yang digunakan sebagai bantalan ransel sangat beragam. Ada yang keras, lembut, membal, lembam, tipis, tebal, dan lain-lain. Untuk kenyamanan, pilihlah bantalan back system yang tebal namun membal dan lembut (tidak kaku).
Bantalan yang keras, selain menyakitkan, juga dapat mengakibatkan resam/lebam. Dalam jangka panjang, ia akan berubah menjadi siksaan, terutama bila beban yang kalian sandang beratnya gak kepalang.
Selain bantalan pada back system, beri perhatikan juga pada bantalan bahu (shoulder strap). Karena bantalan yang terlalu tipis membuat beban yang kita bawa akan terasa berat, sekali lagi, pilihlah bantalan bahu yang relatif tebal dan membal. Sesuaikan juga lebar shoulder strap dengan lebar bahu kita agar tidak menyakitkan dan terasa nyaman.
Bila memungkinkan, pinjamlah ransel—dengan tipe dan merek berbeda—milik beberapa teman, dan gunakan selama berjam-jam. Sedikit banyak, cara ini dapat membantu dan meningkatkan feeling kalian saat menentukan apakah konstruksi sebuah ransel itu nyaman digunakan atau tidak.
- Fleksibel/lentur
Back system yang fleksibel/lentur memudahkan kita dalam melakukan gerakan-gerakan tertentu tanpa harus melepaskan ransel terlebih dahulu. Dan karenanya, gerakan dan waktu yang kita gunakan akan menjadi lebih efisien.
Disain
Setelah back system, pertimbangan berikutnya dalam memilih backpack adalah disain. Disain backpack yang baik, selain harus memenuhi kriteria estetika, juga harus dapat mengakomodasi pengguna dengan fitur-fitur yang bermanfaat selama masa-masa backpacking trip. Beberapa fitur tersebut adalah sebagai berikut:
- Warna
Pilihan warna backpack saat ini lebih bervariasi bila kita bandingkan dengan 10-20 tahun yang lalu. Kini, hampir semua produsen berlomba-lomba menggunakan warna-warni cerah nan eye catching.
Namun demikian, untuk pertimbangan keamanan, terutama untuk aktifitas alam bebas, warna-warna dengan rentang gelombang yang panjang seperti merah, oranye/jingga, dan hijau, sangat dianjurkan.
Kenapa?
Karena warna-warna tersebut masih dapat dilihat oleh mata telanjang pada jarak berkilo-kilo meter. Jadi, seandainya kita tersesat di hutan, diharapkan, tim penolong akan lebih mudah menemukan posisi kita. Itulah sebabnya, mengapa lampu lalu lintas menggunakan warna merah, kuning (oranye/jingga), dan hijau. Serta, tim SAR dan Flight Data Recorder (FDR) atau yang sering kita sebut dengan black box pesawat menggunakan warna oranye/jingga.
Sementara untuk wisata urban (perkotaan), warna-warna ini bisa kita abaikan. Kalian bisa menggantinya dengan warna-warna gelap agar backpack tidak mudah kotor, atau menggantinya dengan warna-warna cerah agar tampak lebih ceria.
- Bentuk
Bila kalian membandingkan backpack pada jaman dahulu dengan saat ini, bentuknya telah mengalami pergeseran. Bila dahulu konstruksi backpack cenderung melebar ke samping (dan ‘gemuk’ belakang), maka pada saat ini bentuknya cenderung memanjang ke atas.
Kedua bentuk ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jenis backpack yang melebar ke samping masih banyak digunakan oleh tentara. Biasanya tingginya pun tidak melebihi pundak/bahu. Tujuannya, agar pandangan ke arah belakang tidak terhalang, sehingga bila ada musuh datang dari arah belakang akan lebih mudah diantisipasi. Selain itu, bentuk backpack yang melebar akan memudahkan penggunanya dalam menerabas lebatnya hutan, terutama saat melewati tumbangan-tumbangan pohon—yang memaksa kita untuk membungkuk, kadang merangkak.
Sementara jenis backpack yang memanjang ke atas cenderung memudahkan aktifitas urban seperti saat naik-turun transportasi/angkutan umum. Backpack yang ramping dapat mengurangi intensitas persinggungan antara kita dengan penumpang lain.
- Kantong
Jumlah kantong yang banyak dapat digunakan sebagai tempat menaruh barang secara tematik. Dan karenanya, waktu yang kita gunakan untuk mencari suatu barang menjadi lebih cepat dan efisien.
Memiliki backpack yang hanya memiliki satu kantong utama, mungkin akan terlihat lebih simpel, namun bayangkanlah pada saat kita membutuhkan suatu barang, dan barang tersebut ‘tertimbun’ di antara barang-barang lain. Apa yang terjadi? Kita harus membongkar setiap barang yang berada di atasnya untuk sampai ke barang yang dimaksud. Ini jelas merepotkan.
- Fungsionalitas
Jangan sepelekan fungsi-fungsi tambahan backpack, seperti; sistem hidrasi (wadah hydro pack), kait trekking pole, compression strap (pengatur besar-kecil ruang ransel), kantong hip strap/hip belt (untuk meletakkan uang receh, pisau lipat, kompas, dan benda-benda kecil lain), chest strap, hip strap/hip belt, cover bag, wadah botol minum, dan lain-lain.
Backpack dengan beberapa fungsionalitas lebih, tentu jauh lebih baik ketimbang backpack yang minim fungsionalitas. Kenapa? Karena kita tidak akan pernah tahu kapan akan membutuhkannya sampai saat itu terjadi.
- Penutup backpack
Backpack yang digunakan untuk petualangan alam liar lazimnya memiliki penutup di bagian atas. Ia bisa berupa kompartemen (kantong), atau hanya lembaran yang berfungsi sebagai penutup saja (tanpa kantong). Bila memungkinkan, pilihlah yang berupa kompartemen, karena berdasarkan pengalaman pribadi, kompartemen atas adalah kantong yang paling mudah dan paling banyak diakses ketimbang kantong lainnya.
Di pasaran, kompartemen atas ada 2 macam, yaitu; fixed dan adjustable.
Cara mengetahui sebuah backpack memiliki kompartemen atas fixed atau adjustable cukup mudah. Kita hanya perlu memperhatikan angka ‘liter’ yang tertera pada backpack tersebut. Bila terdapat tanda ‘+’ (plus)—seperti; 30+5, 40+10, atau 60+15—berarti backpack tersebut memiliki kompartemen atas yang dapat diatur. Di mana angka yang tertera di belakang tanda ‘+’ (plus) merupakan ukuran liter maksimal yang bisa kita gunakan sebagai wadah barang tambahan.
Sebaliknya, bila sebuah backpack hanya mencantumkan sebuah ukuran, tanpa embel-embel tanda ‘+’ (plus) dibelakangnya—seperti; 45L, 65L, atau 35—maka bisa dipastikan, kompartemen atas backpack tersebut bertipe fixed.
Dari segi fleksibilitas, kompartemen atas bertipe adjustable tentu lebih unggul. Karena (lagi-lagi), kita tidak akan pernah tahu, adakah barang tambahan yang akan masuk ke backpack atau tidak, selama masa traveling berlangsung. Kalaupun tidak ada barang tambahan selama masa traveling, biasanya packing yang berantakan akan membuat volume backpack terasa bertambah. Gak percaya? Boleh coba.
Sementara untuk kompartemen bertipe fixed, kita tidak bisa menambah muatan yang melebihi ukuran ‘liter’ backpack tersebut.
- Ukuran
Ukuran backpack ibarat 2 sisi mata uang. Ia bisa jadi kelebihan, tapi seringkali menjadi kutukan.
Jadi kelebihan, kalau memang daftar barang yang perlu kita bawa cukup banyak jumlahnya dan membutuhkan ruang yang lapang.
Jadi kutukan, kalau barang yang perlu kita bawa sebenarnya gak banyak-banyak amat, tapi karena masih ada ruang sisa—yang biasanya membuat tampilan backpack terlihat jelek—kita jadi ‘gatal’ untuk memasukkan benda-benda lain yang sebenarnya tidak perlu dibawa, hanya agar tampilan backpack tersebut (kembali) terlihat menarik.
Kutukan lainnya; ukuran backpack yang besar hampir bisa dipastikan akan menjadi “lokasi evakuasi” untuk barang-barang keperluan kelompok yang sudah tidak muat lagi dimasukkan ke dalam backpack teman-teman lain.
Kalau ringan, mungkin kita masih bisa senyum senang. Tapi kalau berat, wah, dijamin emosi jiwa ujung-ujungnya.
Belum lagi ditambah dengan jarak tempuh yang teramat jauh. Tambahkan dengan, medan yang rata-rata menanjak semua. Tambahkan dengan, kalian ditinggal sendirian di belakang oleh rombongan. Tambahkan dengan, kalian seorang diri tersesat di jalan.
Wih… kalau kejadiannya memang seperti ini, saya yakin, yang salah bukan bebannya. Tapi, diri kaliahlah yang harus di-ruqyah. Kok, ya bisa-bisanya derita dunia diborong semua?
Harga
Yang terakhir dan tak kalah penting untuk dipertimbangkan saat memilih ransel adalah harga. Bicara komponen harga, bisa dibilang ia masuk ke ranah grey area alias relatif. Karena, mahal-murahnya sebuah ransel akan sangat bergantung pada beberapa faktor eksternal—seperti; disain, ketersediaan, keunikan, dan lain-lain—yang bermuara pada faktor internal (kepuasan) kita masing-masing.
Sepanjang ransel tersebut dapat mengakomodasi seluruh keperluan pribadi dan setara dengan kemampuan ekonomi, bagi saya sudah cukup. Karena dengan begitu, ia tidak lagi menjadi barang yang bisa dibilang murah atau mahal.
Ingat! Ransel yang baik adalah sama dengan investasi jangka panjang. Pada awalnya, harga sebuah ransel mungkin akan terasa (sangat) mahal. Tapi bila menghitung-hitung rasio panjangnya masa pakai dengan jumlah uang yang kita keluarkan, nilai ekonomis yang akan kita dapatkan tentu jauh lebih tinggi.
Percuma kan, beli ransel murah kalau mudah rusak? Sama percumanya dengan beli mahal tapi jarang dipakai. Intinya, apapun merk ransel yang akan kalian beli, sesuaikanlah antara keperluan dengan kemampuan. Dengan keduanya berimbang, hasil akhirnya tentu akan sepadan. [BEM]
rain cover aku malah ngelupas plastik lapisan dalamnya.. padahal baru make sekali :,(
jangan pas musim hujan, Mas.. nanti balik gunung jadi kaya gembel. belepotan tanah.. hehehe.. nanti aja kalo udah bukan masuk musim hujan..
boleh kontakan nih Mas Bem.. siapa tau bisa ngegunung bareng.. jangan semeru, Mas.. aku masih neubi :))
Kalo rain cover dipake sekali, ngelupas, itu artinya lapisan water-resistantnya udah expired. Sepengalamanku, ada yang ngelupas dan gak lengket, ada yang ngelupas tapi lengket.
Pernah begitu, tuh. Bener-bener kayak gembel. Hahaha
Boleh banget! Yah, kalau pun misalnya gak jadi ngegunung kan, ngopi-ngopi juga bisa. Kasih nomer WA-mu aja, nanti kukontaknya. Kalo soal nubie mah kita sama, Ta. Punya blog gini juga cuma buat gaya-gayaan doang, biar keliatan kayak pendaki veteran gitu. Padahal, mah, ya’elah… :))
rain cover aku ngelupas, untungnya ga lengket.hehehe
Mas Bem mah kayanya jam terbang ke gunungnya udah panjang. bukan neubie lagi.. 🙂
nomer WAnya aku kasih ke siapa Mas? masa di publish di sini.. nanti aku jadi tenar ;))
Hahaha… iya juga, ya. Nanti kalo di-publish di sini, terus kamu jadi tenar, jadi susah ngobrolnya. Mmm… kalo gitu kirim ke emailku aja, ya. Alamatnya ada di page About. 🙂
tips nya bagus banget mas Bem. aku udah beli deuter yg women series yg ada adjustable back system utk torso. so far sih enak. udh gtu ringan. alhamdulillah pas beli dulu di tandike diskon 50%. sekarang harganya makin naik. kayanya barang2 outdoor bisa dibuat investasi kali ya. hahahha…
oia, mau minta review alas kaki utk naik gunung donk. Mas Bem make alas kaki apa ya klo ke gunung?
satu lagi, klo sleeping bag ditaruhnya dibagian mananya backpack ya? (pertanyaannya harusnya di bagian soal packing yak..? sekalian aja deh disini nanyanya..
makasih mas Bem 🙂
Terima kasih untuk komplimennya, Tania. 🙂
Iya, kayaknya emang bisa buat investasi, nih. Hahaha. Untuk merk Deuter, Tandike itu, dulu, juaranya harga murah. Tapi sekarang kayaknya udah jarang diskon-diskonan lagi.
Hmm, alas kaki, ya…
Karena aku cuma pernah pake 2 merk, Eiger (sandal) sama Timberland (sepatu), aku cuma bisa kasih review dua itu. Untuk Eiger, dengan harga relatif terjangkau, lumayan nge-grip di batuan basah. Timberland yang semula kupikir lebih oke, ternyata malah kurang mumpuni untuk medan batuan basah. Cenderung slippery. Tapak sol bawahnya relatif lunak. Aku pakai sekali buat summit Rinjani, begitu (turun lagi) sampe Plawangan Sembalun, pada grepes (bahasa mana ini @,@) sol bawahnya, sekitar 50%.
Nah, kalo ngeliat dari kondisi medan, tergantung tipe gunung yang mau kamu daki. Tapi secara overall, penggunaan sepatu jelas lebih aman ketimbang cuma pakai sendal. Yang bikin repot pakai sepatu itu, kalau medannya berlumpur/belok atau ngelewatin genangan air atau mendaki di musim hujan. Walaupun sepatu kita anti air, tetep bakal jadi lebih berat kalau bagian inner-nya basah–merembes dari kaki/celana yang basah.
Atas nama fleksibilitas, aku pribadi sih lebih suka pake sendal. Kalo basah, lebih cepet kering. Kalo berlumpur, tinggal copot. Kalo mau keluar-masuk tenda, tinggal pasang-copot, gak perlu iket-iket tali segala. Kalo putus, tinggal
balikanbuang (di tempat sampah). Dan lain-lain.Yang paling repot pake sendal itu, kalo treknya berpasir gembur macam medan Cemoro Tunggal – Puncak Mahameru (Gunung Semeru). Kerikil gampang banget nyelip di antara kaki dan sol, dan susah dihalau cuma dengan ngebas-ngebasin kaki doang. Harus diambil pake tangan. Sementara untuk pake tangan, kemiringan medan yang ajib kayak gitu (rata-rata >45 derajat) jelas ngerepotin. Pokoknya Sherina (baca: geregetan) banget, deh, bawaannya.
Gampangnya, pemilihan alas kaki ini biasanya akan terbentuk sendiri tergantung rhythm pendakian kamu. Entah lebih nyaman pake sendal, atau pake sepatu. Tapi perlu diketahui juga, sekarang ini banyak basecamp pendakian yang mewajibkan para pendaki memakai sepatu. Oia! Kalo pilihanmu ‘akhirnya’ jatuh ke sepatu, saranku, pilih yang tipe boot. Karena perlindungan yang ditawarkan, sampai mata kaki.
Hahaha, gak papa sekalian di sini…
Untuk sleeping bag, walau aku gak pernah packing dan pake (untuk mendaki gunung mana pun), normalnya bisa kamu taruh di bagian atas luar backpack/carrier/keril. Untuk lebih jelasnya, mungkin kamu bisa liat gambarnya di SINI.
(Psttt… ini rahasia kita aja, ya) Sebetulnya menyangkut positioning barang-barang yang harus di-packing ini, aku cenderung “break the rules.” Karena Deuter women series-ku (34L) punya 2 kompartemen, yang paling sering kejadian itu, kompartemen atas khusus untuk packing kamera dan kroni-kroninya (yang bobotnya berat, kadang pake banget). Sementara kompartemen bawah (yang lebih kecil), untuk segala kebutuhan pendakian. Hahaha…
Last but not least, kembali kasih, Tania. 🙂
sepatu sendal sih memang paling enak ya mas. lebih praktis. tapi kalo kaki ga sengaja kena batu mah rasanya bisa merem melek.hehehe…
aku ada sepatu teva. belum pernah dipake sih.. ngegunung bareng yuk.. 😉
kalo keril aku, kompartemen bawah mah buat taruh sandal atau sleeping bag. cm kok rasanya kurang pas.. itu dijajal dengan komposisi demikian pas ke kaki gunung salak doank..
oia, keril deuter nya Mas Bem udah include rain cover? keril deuter aku belum include rain cover, jadinya aku beli tambahan. cuma kok kesannya “gombrong” ya.. ada sarankah misal keril ukuran sekian liter make rain cover yang mana..
satu lagi Mas. bedanya sepatu waterproof sama water resistant apa ya?
terima kasih Mas Bem :))
Iya, kira-kira begitulah plus-minusnya sepatu gunung. Hehehe…
Hayuk! Tapi kalo musim ujan begini, males juga euy. Pengen her/remed/ngulang Semeru aja masih pending melulu nih. :p
Sleeping bag ditaro kompartemen bawah itu emang gampang ngambilnya. Tapi kalo lupa dibungkus plastik, begitu ujan, potensi basahnya lumayan tinggi.
Udah include rain cover. Tapi sialnya, belum pernah sekali pun dipake, udah diilangin (dicolong?) sama yang minjem. Demnnn! #CurcolMode wkwkwk…
Untuk rain cover:
Kalo terlalu ngepas/sempit, repot selip-selipin barang. Sebaliknya, kalo terlalu gombrong bikin packing-an jadi kayak gembel. Menurut pengalamanku, sih, sebaiknya ukurannya dilebihin 5-10 liter dari ukuran keril. Jadi kelebihan ini nantinya bisa kita manfaatin untuk nyelipin/melindungi barang-barang yang paling sering dibongkar-muat saat trekking atau dalam kondisi hujan, kayak misalnya: Jas hujan, botol minum, sandal/sepatu, matras, tripod, dan lain-lain.
Beda waterproof sama Water-Resistant, ya… Hmm, pemikiran gampangnya sih: Waterproof itu kayak balon, sementara water-resistant itu kayak jas hujan. Yang satu lebih ke material ((sama sekali?) gak menyerap air), yang lainnya lebih ke fungsi (menahan air). CMIIW.
Sim-sim, Tania. :))
bermanfaat banget bahasannya gan, jadi punya referensi kalau mau beli tas ransel atau backpack yang bagus dan berkualitas
nanya mas…. lagi galau mu beli deu**r futura 28.
keperluannya sih buat city traveling 2-3 hari aja. cukup ga ya?
trus klo saran mas-nya kan backsystem klo bisa nempel di punggung. klo yang ini kan ada jaringnya. gmn itu ya?
oya aq cewek tinggi 153…kira2 pas ga ya pake tas jenis ini. ato ada rekomendasi yang lain. (belum ketemu toko offline-nya deu**r yang deket2 rumah. jd belum bisa nyoba langsung hiks).
jadi lagi kumpul2in review nya dulu aja.
makasih sebelumnya….sangat terbantu atas jaabannya 🙂
Boleh… boleh… silahkan nanya…
Seharusnya sih cukup ya, tapi balik lagi ke kebiasaanmu. Kalo kamu tipikal orang yang bersihan (harus ganti pakaian kalo mau tidur, setiap hari harus ganti, keringetan sedikit harus ganti, etc) menurutku sih kurang. Apalagi kalo kamu bawa alat-alat makeup yang lumayan banyak.
Sebaliknya, kalo kamu orangnya cuekan, itu udah lebih dari cukup. Karena ada temenku cewek, waktu itu perjalanan ke Raja Ampat selama 1 minggu, dia cuma bawa 1 tas backpack ukuran anak SD. Silahkan dibayangin… 😀
***
Seinget saya, saya malah merekomendasikan back system bertipe jaring/mesh ya. CMIIW. Kalo kamu ada rencana beli keril dengan back system tipe ini, justru bagus. Saya punya juga tipe jaring, dan walaupun keringetan, berdasarkan pengalaman pribadi, punggung rasanya gak sepanas seperti kalo kita menggunakan back system tipe busa yang punya rongga-rongga aliran udara.
***
Untuk ukuran tinggimu (153 cm) masih pas menurut saya. Temen-temen cewek saya beberapa yang tingginya bahkan ‘cuma’ 145 cm, aja cocok (menurut saya), apalagi kamu. 🙂
***
Kalo kamu tinggal di Jakarta Selatan, bisa coba ke Tandike. Di sini, kalo lagi diskon, bisa gila-gilaan turunnya—harga. Atau, ke Outdoor Station yang lokasinya di depan Pasar Mayestik. Tokonya ada di lantai 2, jadi harus naik tangga. Model tokonya macem Adventurer Rawamangun.
Kalo di Jakarta Timur, ada Adventurer. Letaknya deket dari Terminal Rawamangun, kira-kira 50 m di sebelah kiri, kalo kita menghadap ke arah terminal. Tokonya saling membelakangi sama Eiger.
Selain yang saya sebutin di atas, sebenernya masih banyak pilihan toko outdoor equipment kalo domisilimu di Jakarta. Jadi, tinggal rajin-rajin hunting-nya aja.
Alternatif merk lain (+ lokasi toko):
– Avtech
– Consina
– Eiger
***
Kembali kasih, untuk pertanyaan-pertanyaannya. Semoga membantu. 🙂
belajar jadi backpacker, dunia itu luas ya…
sangat masbro. mari kita belajar jadi backpacker yang bener aka bertanggung jawab.
hahaha,,,ternyata banyak bgt ya pertimbangan buat beli backpack. Kalo boleh tahu sampeyan pakai merk apa backpacknya barangkali bisa jd referensi kita2 yg lg hunting backpack 😀
wah. kalo kasih tau mereknya, takut dikira ngiklan. 😀
pokoknya ciri-cirinya;
34 liter, back system model mesh, cover bag included, panjang torso pas, relatif ringan, plus harga bersaing. hee…
produksi lokal apa interlokal :))
hahaha. interlokal deh. sekalian ngabisin pulsa. :p
Kalau orang Jawa bilangnya : “ono rego, ono rupo”
pun sama dengan backpack ya 😀
Nanya dong 😆
Kalau untuk wisata kota-kota, biasanya berat bawaan 7 – 8 Kg, kira2 isinya baju2 + perlengkapan mandi + make up kit + tas cantik (?), cukupanlah buat dipake kluyuran cantik selama seminggu, kira2 butuh backpack yang bagaimana & ukuran berapa ya?
*Trus watsapan sama Fery, cek2 ombak kali2 aja bisa pinjem backpacknya dia*
yup. persis kayak yang simbah bilang. 😀
selama packing-nya bener, backpack 35 liter lebih dari cukup harusnya ya.
Note:
percuma wasapan sama peri. backpacknya ukuran kulkas 2 pintu semua.