Untuk para pecinta wisata air. Ini bukanlah sesuatu yang kita harapkan, bahkan boleh jadi, tak pernah terpikirkan: Worst case scenario. Bertahan hidup (survival) di perairan dalam dengan rentang waktu yang relatif panjang. Tanpa pelampung, kapal tiba-tiba karam membentur karang di tengah lautan macam Titanic. Atau, kapal tiba-tiba tenggelam karena terlalu banyak muatan atau dihempas gelombang macam Van der Wijck. Penumpangnya, tak sengaja jatuh ke laut, sungai, atau danau, saat kapal sedang melaju. Dan tak seorang pun mengira bakal mengalami kejadian itu.
Contoh kasus kecelakaan di atas tentu terasa menyeramkan. Suka atau tidak, kejadian-kejadian ini mungkin saja terjadi pada diri kita tanpa bisa dihindari. Soal kapal kelebihan muatan dan tenggalam, misalnya. Di Indonesia relatif banyak contohnya. Namun demikian, saya tidak akan membahas tentang bagaimana sebuah kecelakaan serupa ini bisa terjadi. Di sini kita hanya akan bicara tentang bagaimana cara memperkecil jumlah korban dengan teknik bertahan hidup di air yang berasal dari negara Jepang; Uitemate.
Sebelum masuk ke pokok bahasan utama, ada baiknya kita mengetahui beberapa contoh nyata, sejauh mana teknik Uitemate ini bisa menyelamatkan nyawa seseorang.
Insiden itu terjadi di Prefektur Shizuoka, Jepang sekitar pertengahan tahun 2014 yang lalu. Seorang pemuda, Yusuke Nakashima, tengah asik liburan dengan beberapa orang temannya. Snorkeling, ceritanya.
Cuaca cerah di musim panas, dipadu pemandangan bawah air yang begitu indah, secara tak sadar membuatnya lengah. Akibatnya, dia terpisah jauh dari teman-temannya yang lain. Ini pun baru dia sadari manakala kakinya tiba-tiba kram.
Teriak meminta pertolongan jelas percuma. Tak ada seorang pun yang melihatnya saat itu. Arus laut yang demikian kencang, telah menyeret dirinya perlahan ke tengah lautan.
Berbekal teknik Uitemate serta keinginan kuat untuk kembali pulang, dia bertahan. “Saya harus melakukan yang terbaik untuk tetap bertahan hidup dan selamat,” katanya.
Dia memutuskan untuk tidak berenang dan mencoba melawan gelombang, karena itu sangat menghabiskan banyak tenaga. Sebagai gantinya, dia pilih tetap tenang sambil menunggu pertolongan datang. Dia mengambang terlentang layaknya berang-berang. Tanpa makanan, tanpa minuman. Hanya ada wetsuit, fin, goggle, snorkel, kamu, dan aku.
Usahanya tak sia-sia. Setelah “mengapung dan menunggu” sekitar 19 jam! (dari pukul 15.30 sore sampai pukul 10.20 siang, keesokan harinya), penjaga pantai yang sedang asyik patroli, tak sengaja melihatnya. Sejauh 40 km dari tempatnya semula hanyut. Dan akhirnya dia pun selamat.
Bayangkan, 40 km! Kalau mau dibanding-bandingkan, itu setara dengan jarak tempuh perjalanan dari Terminal Blok M ke Kota Tua ke Terminal Blok M lagi!
Mari saya beri satu contoh lagi…
Insiden ini terjadi pada Maret 11, 2011. Saat itu Jepang dilanda gempa bumi yang mengakibatkan bencana susulan; Tsunami. Puluhan siswa dan guru pada sebuah sekolah dasar di Higashi-Matsushima, Prefektur Miyagi, yang letaknya tak jauh dari tepi laut, terjebak oleh luapan air yang begitu cepat meninggi.
Beruntung, mereka rutin berlatih teknik Uitemate, sehingga pada saat kejadian, teknik yang telah dipelajari selama latihan, kemudian diterapkan. Dan, sebagai hasil akhirnya, mereka semua selamat dari bencana alam tersebut.
Adalah Profesor Hidetoshi Saitoh, Vice President Universitas Teknologi Nagaoka, Jepang, sekaligus ketua umum Society of Water Rescue and Survival Research (SWRSR—didirikan tahun 2003), yang menemukan dan rajin mempromosikan teknik ciptaannya tersebut sejak tahun 2000 silam.
Awal ide penciptaan teknik ini pun terbilang unik. ‘Wangsit’ yang dia dapat, datang dari sepatu kets (sneakers) yang terbuat dari material yang sangat ringan dan begitu mudahnya mengambang di air.
Istilah Uitemate sejatinya berasal dari 2 kata dalam Bahasa Jepang, yaitu; ‘Uite,’ yang berarti mengambang/mengapung, dan ‘Mate,’ yang berarti menunggu. Jadi secara harfiah Uitemate berarti mengapung dan menunggu (float and wait).
Sebagai tambahan informasi saja. Di Jepang sendiri, dalam kurun waktu 10 tahun belakangan, kini telah memiliki sekitar 2,100 orang instruktur Uitemate yang cukup terlatih.
***
Pada kebanyakan kasus, seseorang yang terjebak di perairan dalam, secara spontan akan mempertahankan dirinya pada posisi vertikal ( tegak lurus). Dengan kepala yang diusahakan sekuat tenaga, tetap berada di atas permukaan air. Sementara seluruh tubuh lainnya, berada di bawah permukaan air, sambil terus menerus mengepakkan sayap kaki dan tangan supaya tidak tenggelam.
Untuk sementara waktu, cara seperti ini mungkin dapat membantu. Namun jika diterapkan pada kasus Nakashima sebelumnya, hasil akhirnya pasti berbeda. Kalian tentu paham maksud kata ‘berbeda’ ini, bukan?
Sehebat-hebatnya seseorang jago berenang, mengambang di perairan dalam secara vertikal dengan kaki yang terus dikepakkan selama belasan jam, lama kelamaan pasti akan kelelahan kemudian tenggelam jika tidak segera mendapat pertolongan.
Mengapa bisa demikian? Karena selain tidak efektif, cara ini juga membutuhkan tenaga yang sangat banyak. Ingat! Dalam setiap upaya bertahan hidup (survival), ‘berhemat’ adalah kunci utama agar seseorang bisa selamat.
Terkait faktor penghematan dan upaya penyelamatan diri di perairan dalam, teknik yang ditemukan Profesor Saitoh terbilang sangat efektif. Teknik temuannya itu tidak memerlukan banyak tenaga dan telah terbukti berhasil menyelamatkan nyawa demikian banyak orang.
Teknik Uitemate yang diperkenalkan Profesor Hidetoshi cukup sederhana. Setidak-tidaknya ada 4 poin utama yang harus diperhatikan saat menggunakan teknik ini, yaitu;
- Untuk memastikan kalian bisa bernapas dengan tenang dan leluasa, angkat dagu tinggi-tinggi dan arahkan pandangan lurus ke atas.
- Rentangkan tangan hingga keduanya sejajar secara horizontal.
- Rentangkan kaki secukupnya. Jangan lebar-lebar, apalagi sampai sejajar horizontal. Ingat! Kalian sedang berusaha menyelamatkan diri. Bukan sedang cari sensasi. Dan, satu lagi. Pastikan untuk tidak melepaskan sepatu kalian.
- Jika menemukan benda ringan yang bisa membantu kalian mengambang, segera gunakan. Letakkan di bagian perut dan peluk ringan.
Untuk lebih jelasnya, kalian bisa melihat video di bawah ini. Tapi sebelumnya saya peringatkan. Video ini sangat berpotensi mengalihkan fokus kalian dari pelajaran yang baru saja disampaikan. Pada beberapa kasus, khususnya para pembaca pria, boleh jadi bawaannya malah kepingin keramas melulu. Jadi, waspadalah! Waspadalah!
Masih ingat pepatah, “Practise makes perfect. But nobody’s perfect. So, why practise.”? Prinsip ini jelas berlaku pada teknik Uitemate. Tanpa latihan yang cukup, manfaat yang bisa diambil dari cara bertahan hidup di air ini tentu jadi kurang efektif. Karenanya, setiap ada kesempatan, latihlah teknik ini secara berulang-ulang. Apalagi kalau kalian termasuk orang yang sering melakukan perjalanan wisata/liburan yang melibatkan perairan dalam. [BEM]
yaaah aku gak bisa berenang…. apalagi kalau dalam banget pasti bikin panik secara kalau panik pastinya malah tenggelam haha pernah pengalaman sih pdhl uda pakai pelampung huhu
teman saya juga awalnya gak bisa berenang, tapi karena kegiatan travelingnya melulu berkaitan dengan air, mau gak mau dia mesti belajar juga, dan akhirnya bisa lama-lama
Waktu kecil, saya dan teman-teman sering main hanyut-hanyutan di sungai. Tekniknya persis Uitemate. Dengan cara ini, kami bertingkah seolah bangkai yang mengambang dan terbawa arus. Walau seolah tanpa daya, kami bisa mengatur arah hanyut kami ke tepi sungai. Seru, sekali.
Tapi membayangkan melakukan ini di tengah lautan, dalam waktu yang barangkali berjam-jam, hiiiyy, pikiran jadi macam-macam. Bagaimana kalau ada sesuatu di bawah? Hiu lapar, atau ular laut yang iseng mengasah taring?
Postingan yang bermanfaat. Sudah saya baca sebelumnya. Tergelitik untuk membaca lagi dan berkomentar, karena mengingatkan pada masa kecil saya.
Kok pengalaman masa kecilnya sama? Jangan2 dulu kita temen main? *macem di Indonesia, sungai cuma satu
Dulu teman saya juga ada. Lagi berenang di laut, tiba2 digigit ular laut. Anehnya, dia bukan kesakitan, malah ketawa2. Pas ditanya kenapa, dia bilang ulernya ompong, geli katanya. *pengalaman fiksi
saya ga bisa berenang tapi kalo ngambang terlentang malah bisa, kalo tegak lurus malah tenggelam. 🙂
Hehehe… jadi kayaknya, teknik ngambang semacam ini banyak orang Indonesia yang sudah paham ya,
cuma karena kita termasuk orang biasa-biasa aja dan gak terlalu mikirin “cara ngambang kayak gini enaknya dikasih nama apa ya?”
akhirnya, dalam tanda kutip, orang lain yang ambil.
Apalagi, titel Hidetoshi Saitoh = Profesor. Ya sudah. Tambah keren aja teknik ngambang (uitemate) ini kedengerannya. 😀
^_^
Terima kasih yah Mas.. menampilkan gambar berang-berang yang bisa mengambang di air. Makin meyakinkan saya (yang ber-berbody bak Gloria Madagascar) untuk dapat selamat dan kembali menjalani hidup ini dengan bahagia
sama2 ya mbak… hehehe… :p
Kayaknya musti ke Jepang nih buat belajar teknik Uitemate ini *Enteng banget ngomongnya??!*
Btw, kenapa videonya berpotensi bikin sering2 keramas?
Memangnya ada apa sih di videonya?
Kok ga dijelasin alasannya?
#BanyakNanya
‘gampang’ kalo mau ke Jepang. cari undian dan menang. itu sudah.
ya harus keramas. kan abis dari kolam renang atau laut, rambut pasti lengket. *ndadak dijelasin
Kalau saya berpikir, “obat” atau solusi atas terjadinya masalah tentang cara bertahan hidup sebenarnya sudah ada dan tersedia di sekitar kita, seperti njenengan mencontohkan berang-berang yang mengambang di lautan 🙂
Iya bro. tadinya saya mau contohin yang “kuning-kuning,” tapi terlalu vulgar. :p
wah, iya ya, nanti disensor… *apaan sih* 😀