Eksotisme Tangkahan
Sebelum beraktifitas di kawasan Tangkahan, pastikan anda telah melaporkan diri di Tangkahan Visitor Center. Umumnya, petugas menunjuk seorang guide yang akan memandu seluruh aktifitas selama anda berada disini.
Dari Visitor Center, jalan menuju campsite tidak berbeda jauh seperti jalan-jalan dari Simpang Robert menuju Tangkahan. Dominasi kebun kelapa sawit masih terlihat disini. Dengan binatang peliharaan masyarakat setempat seperti sapi dan kambing yang dibiarkan saja lepas mencari makan sendiri.
Untuk ke camp site, anda harus berjalan kaki sekitar 15 menit melalui satu-satunya jalan utama yang tersedia. Bila ingin lebih cepat, anda harus melipir keluar dari jalan utama masuk ke jalan setapak.
Sebenarnya, bila ingin meneruskan mengikuti jalan utama pun tidak menjadi masalah, namun harus memutar, sehingga perjalanan akan semakin jauh. Karena camp site terletak di seberang sungai Buluh, anda harus menyebranginya dengan berjalan kaki. Namun jangan khawatir, variasi ketinggian sungai hanyalah, mulai dari mata kaki hingga pangkal paha orang dewasa. Dan bila malam menjelang, air sungai ini akan pasang yang menyebabkan kedalamannya bisa mencapai dada orang dewasa bahkan lebih.
Air sungainya jernih dan dingin, serta tidak terlalu deras. Namun kehati-hatian tetap diperlukan, karena bebatuan didasar sungai, walaupun bentuknya yang cenderung membulat ke-oval-an, hampir seluruhnya (yang tergenang air) berlumut, sehingga sangat mungkin terpeleset. Bila sudah begini, bukan hanya pakaian saja yang basah, barang-barang bawaan anda pun akan mengalami hal serupa tentunya.
Ketika saya tanyakan perihal binatang apa saja yang terdapat di Tangkahan ini, dengan tenangnya, Musa, atau yang biasa dipanggil dengan sebutan “professor”, julukan guyon yang diberikan kepada setiap guide di Tangkahan, menjelaskan bahwa, kadang kala, macan pun turun dari bukit ke areal camp site, sekedar untuk minum disungai. “What the!!! …”.
Walaupun Tangkahan letaknya cukup terpencil, namun anda tidak perlu khawatir, warung di seberang sungai akan selalu siap melayani hasrat cacing di dalam perut anda bila kelaparan. Harga yang ditawarkan relatif terjangkau, untuk nasi putih plus telor ceplok, dihargai 8.000 rupiah. Sebuah harga yang masih masuk akal untuk lokasi wisata se-terpencil ini. Selain makanan berat, warung ini juga menyediakan makanan dan minuman ringan, dengan varian terbatas tentunya.
Bila tujuan anda kesini untuk berkemah, pastikan membeli segala keperluan anda sebelum pukul 7 malam, karena selain sungai menjadi sangat gelap, air sungai pun menjadi pasang. Bila anda cukup memiliki keberanian untuk menyebrangi sungai dengan air yang pasang, usahakan kembali ke camp site sebelum jam 11 malam, karena mesin genset yang men-suplay listrik untuk bangunan-bangunan disekitar camp site akan dimatikan hingga pagi hari.
Tangkahan juga dapat menjadi lokasi berbulan madu yang unik, karena selain suasananya yang tenang, di sini juga tersedia beberapa kamar penginapan dengan harga terjangkau, mulai dari 75.000 rupiah sampai 100.000 rupiah permalam.
Selain penginapan, disini juga terdapat kantor CRU (Conservation Response Unit). Dari namanya jelas, CRU membidani seluruh kegiatan konservasi di Tangkahan ini, seperti misalnya, melakukan patroli hutan secara rutin, riset, dan penyuluhan kesadaran lingkungan kepada masyarakat sekitar.
Uniknya, patroli ini dilakukan dengan bantuan gajah-gajah yang telah dilatih sebelumnya oleh para pawang.
Ada dua sebutan yang umum diberikan untuk pawang gajah ini, Mahout dan Pawang. Seorang Mahout, biasanya membutuhkan waktu hingga 4 bulan lamanya untuk menjinakkan seekor gajah liar yang ditangkap langsung dari hutan. Sedangkan seorang Pawang, yang lebih tinggi tingkatannya dari Mahout, dan membutuhkan waktu lebih cepat, karena menggunakan unsur mistik untuk menjinakkan gajah-gajah liar tersebut.
Jumlah gajah yang ditangkap dan dilatih di CRU Tangkahan ini berjumlah 4 ekor pada saat saya ketempat ini pada pertengahan tahun 2010 silam.
Selain sebagai kendaraan patroli petugas, secara tidak langsung gajah ini juga meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dengan menjadi kendaraan angkut bagi wisatawan yang ingin melakukan aktifitas jungle tracking, atau hanya sekedar memandikan mereka di pagi hari. Biaya memandikan gajah-gajah ini relatif murah untuk suatu kegiatan wisata, yaitu sebesar 30.000 rupiah per-orang-nya.
Tiba-tiba muncul pikiran iseng, ”Berapa ya kira-kira, tarif yang akan saya kenakan untuk seekor gajah, bila ada yang mau memandikan saya?”, hehe.
Setiap hari, antara pukul 9 hingga 10 pagi, gajah-gajah tersebut dibawa oleh sang pawang dari kandang dengan pagar kawat yang dialiri listrik tegangan tinggi menuju sungai untuk dimandikan dan dibersihkan seluruh kotoran yang tersisa didalam perutnya, dengan cara merogoh dubur masing-masing gajah dan mengeluarkannya dengan tangan.
Air sungai Buluh ini dapat digunakan untuk melakukan aktifitas MCK (Mandi Cuci Kakus), namun bila anda hendak mandi dan menggosok gigi, pastikanlah titik tempat anda mandi disungai terbebas dari kotoran gajah yang bentuknya seperti bola jerami. Karena, walaupun tempat gajah mandi terletak di seberang sana, kotoran gajah dapat terbawa dengan mudah ke seberang sini oleh arus sungai.
Dan sudah barang tentu, bila anda “tertangkap tangan” menggosok gigi dengan air yang bercampur kotoran gajah yang berada disekitar titik mandi anda, akan menjadi aib abadi yang akan dengan sukarela diberitakan kepada teman-teman anda lainnya oleh sang saksi mata. Setidaknya, hal ini pernah terjadi pada seorang teman saya, hehehe. Dan bila memang kejadian ini benar-benar terjadi, berdoalah, semoga saksi mata tersebut bukanlah bagian dari komunitas anda sehari-hari. Jadi, waspadalah!, waspadalah!.
Selain safari gajah dan berkemah, ada beberapa kegiatan lain yang bisa anda lakukan di Tangkahan ini, seperti berenang disungai Buluh, cubbing, jungle tracking, susur goa, dan mandi air panas.
Seminggu adalah waktu yang ideal bila anda ingin merasakan sensasi seluruh aktifitas yang tersedia disini.
Bila Tangkahan dan Bukit Lawang masuk dalam agenda perjalanan anda, usahakan Bukit Lawang adalah tempat pertama yang anda singgahi sebelum Tangkahan. Karena, bila yang anda lakukan adalah sebaliknya, anticlimax feeling sangatlah mungkin anda alami, setidaknya itu yang terjadi pada saya kala itu.
Semoga sulitnya transportasi ke Tangkahan serta minimnya publisitas tempat ini selalu terjaga. “Lho!, kok…?.” Ya, karena dengan begitu, kemungkinan anda masih dapat merasakan keaslian alam Tangkahan, kapan pun anda merencanakan ke tempat ini semakin besar. Jadi, kapan giliran anda? [BEM]
to be continued …
jadi rindu kampung!!!
salam kenal yah 🙂
follow balik yah
saya tidak mempermasalahkan sebutan atau nama dari penjinak gajah atau apa pun itu. Karena saya (akan ) datang untuk menikmati keindahan alam dan paket – paket yang ditawarkan. Jadi saya rasa tidak perlu berdebat, toh mereka yang bersangkutan pun tak mempermasalahkan 🙂
CRU_ tak ada yg namanya pawang d sna. . . .
yg ada hanya hanya mahout. . . .
tolong d ralat. . . .
karna itu bisa jadi penilaian yg berbda. . . .
LESTARI. . . .
Disitu saya menyebutkan, “Ada dua sebutan yang umum diberikan untuk PAWANG gajah ini, Mahout dan Pawang…”.
Dari hasil perbincangan saya dengan beberapa penduduk setempat kala itu, mereka lebih sering menyebut “penjinak gajah” ini dengan sebutan pawang, ketimbang Mahout. Dan apapun sebutan bagi para “penjinak gajah” ini, saya men-generalisir mereka dengan sebutan pawang (terlepas dari mereka adalah seorang Mahout atau mereka adalah seorang Pawang). Entah nilai apa yang terkandung dari masing-masing “jabatan” tersebut, selama tujuannya tercapai, yaitu menjinakkan gajah, saya rasa tidak terlalu menjadi masalah apapun sebutannya.
Bisakah anda memberikan referensi resmi berupa dokumen atau link website yang bisa menguatkan pernyataan anda tersebut berkaitan dengan Mahout di CRU Tangkahan ini?
Bila memang saya salah, saya bersedia mengoreksinya.
Btw, Terima kasih untuk concern-nya, appreciate it …