Category: Culture And History


Lokasi pembuatan terasi atau trassi di Jawa Tengah (1920-1925), Koleksi Tropenmuseum

Lokasi pembuatan terasi atau trassi di Jawa Tengah (1920-1925), Koleksi Tropenmuseum

Di kehidupan keseharian masyarakat Indonesia, terasi selalu terasosiasi dengan yang namanya sambal. Padahal sebenarnya banyak sekali varian makanan yang juga menggunakan penguat cita rasa tradisional ini. Mulai dari tumis kangkung terasi, ayam dan nasi goreng terasi, cah kangkung terasi, telur bumbu terasi, tumis sawi hijau terasi, hingga ikan bandeng bakar terasi. Daftar ini bisa semakin panjang tergantung daya kreatifitas sang juru masak.

Tapi siapa bakal menyangka kalau ternyata sejak tahun 1886, tiga tahun setelah Gunung Krakatau meletus, cerita tentang terasi telah menjelajah keliling dunia lewat tulisan seorang wanita asal London, Anna Forbes (Annabella Keith), “Insulinde: Experiences of a Naturalist’s Wife in the Eastern Archipelago.”

Continue reading

Helaran Khitanan Saung Angklung Udjo

Helaran Khitanan Saung Angklung Udjo

Sambil menari-nari dari entrance kiri, anak-anak lelaki beriring-iringan (helaran) masuk ke arena pertunjukan. 3 anak paling depan menunggangi jaran kepang, 4 remaja di belakangnya mengiringi dengan umbul-umbul warna-warni yang diikatkan pada sebatang bambu panjang. Di belakangnya lagi, 2 remaja mengusung tandu/jampana yang diduduki seorang anak yang (digambarkan) akan dikhitan.

Tak ketinggalan, payung songsong (payung agung/payung kebesaran) yang dibawa seorang remaja lain, diposisikan sedemikian rupa di sebelah kiri raja kecil sehari ini – supaya ia terlindungi dari terpaan sinar matahari.

Continue reading

Dalam catatan, beberapa kali sudah saya mengunjungi Kepulauan Seribu. Pulau-pulau seperti; Pulau Pari, Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Karang Beras, Pulau Semak Daun, Pulau Kotok, Pulau Air, Pulau Bira, dan lain-lain hingga yang paling jauh, Pulau Putri, telah saya cicipi.

Khusus untuk pulau terakhir yang disebutkan, bisa dibilang dari Pulau Pari inilah obsesi mengunjungi pulau terjauh di semenanjung paling utara Kota Jakarta muncul.

Keinginan tersebut semakin kuat manakala saya membaca cerita petualangan ‘gila’ orang-orang Indonesia seperti Farid Gaban dan Ahmad Yunus dalam buku, “Meraba Indonesia: Ekspedisi ‘Gila’ Keliling Nusantara.” Juga, pelayaran 11,000 mil dari Jakarta ke Vancouver, Kanada —diprakarsai oleh Slamet Danusudirdjo—yang dilakukan oleh Nahkoda Gita Ardjakusuma, berawak Pius Caro, Mappagau, Bachtiar, Atok Issoluchi, Hatta, Muhammad, Roy, Hasyim, Amrillah, Rusli, dan Petiniaud dalam buku, “Ekspedisi Phinisi Nusantara: Pelayaran 69 Hari Mengarungi Samudra Pasifik.”

Buku Phinisi Nusantara dan Meraba Indonesia

Buku Phinisi Nusantara dan Meraba Indonesia

Boleh jadi, kaki yang berlari belum sempat menjejak bumi. Tapi bukan berarti kendaraan pengalaman berbahan bakar riset kecil-kecilan di garasi belakang tidak mampu mengantarkan sampai tujuan. Seperti apakah perjalanan yang ditawarkannya untuk kalian?

Ikuti terus ceritanya…

Continue reading

Sarapan pagi di Argasoka Bungalows

Pagi merambat cepat di langit Ubud, Bali. Hujan diluar penginapan—Argasoka Bungalows—membuat gravitasi disekeliling tempat tidur kami berempat berada di level 10G. Sulit sekali memisahkan badan dari ranjang. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan.

“Besok sarapan jam delapan ya mas… mbak…”

Ingatan pada kalimat sederhana ini, ternyata mampu mengurangi gravitasi tempat tidur kami ke level 5G. Gaya travellingparlente padahal kere” yang kami anut, membuat pemberitahuan dari karyawan penginapan tersebut terdengar seperti angin surga, layaknya kata-kata pujangga di telinga. Dari sekilas survey yang kami lakukan, harga makanan di Ubud relatif mahal untuk ukuran kantong kami. Dan kata kunci “kere” ini jugalah yang akhirnya me-normalisasi gravitasi disekeliling ranjang menjadi 1G.

Argasoka Bungalows - Family Superior Room

Argasoka Bungalows – Family Superior Room

Continue reading

Siang telah menjelang begitu saya sampai di Kampung Wisata Arborek. Pukul dua siang waktu setempat tepatnya.

Kampung Arborek terletak disebuah pulau kecil yang juga bernama sama, yaitu Pulau Arborek, di Distrik Meosmansar. Dan ini adalah kali pertama saya ke Kampung Arborek.

Anak-anak Kampung Arborek

Anak-anak Kampung Arborek

 

Anak-anak Kampung Arborek

Anak-anak Kampung Arborek

 

Diujung dermaga, anak-anak Kampung Arborek berkerumun menyambut kedatangan speedboat kami. Ada yang tertawa, ada yang tersenyum, ada yang cemberut (lho katanya menyambut, kok ada yang cemberut?), ada yang duduk diam, dan ada juga yang langsung berpose mengacungkan kedua jari—jari telunjuk dan jari tengah—kearah kami ketika kamera kami arahkah ke mereka. Pose layaknya seorang rock star.

Warga Kampung Arborek biasa menyebut dermaga dengan sebutan jetty. Dalam Bahasa Indonesia, jetty bisa berarti dermaga, pangkalan, tembok laut, atau pelindung pelabuhan. Dalam konteks Kampung Arborek, sudah pasti jetty ini merujuk kepada dermaga.

Continue reading

Gunung Sintren Wonogiri

Gunung Sintren Wonogiri

Gunung Sintren ini letaknya hanya 30-40 menit berjalan kaki dari tempat saya menginap di Dusun Timoyo, Desa Bero. Ketinggiannya saya perkirakan seperempat kali dari Gunung Margoboyo. Cara mencapai kesana pun cukup mudah. Dengan menyusuri jalan-jalan desa yang telah dibeton sebagiannya.

Ditengah perjalanan…

‘Itu suara apa mas? Tau gak?’, Mendut tiba-tiba memecah keheningan dengan menanyakan sumber suara yang bunyinya seperti orang sedang menebang pohon dengan menggunakan kapak.

‘Lho, disini banyak juga toh yang nebang-nebang pohon?’, saya menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

‘Bukan mas, itu Burung Pelatuk’, jawab Mendut. ‘ohh, Burung Pelatuk toh. Lho kamu gak coba tangkep tuh burung terus dijual?’, Tanya saya lagi. Continue reading

Wonogiri… mungkin banyak dari anda yang bertanya-tanya, objek  wisata seperti apa sih yang bisa dikunjungi di Wonogiri?

Walaupun Wonogiri terkenal dengan rawan kekeringannya, tapi jangan salah, Wonogiri juga menyimpan beberapa potensi objek wisata yang patut dikunjungi lho. Mari kita inventaris satu persatu:

Wisata pantai:

  1. Pantai Sembukan
  2. Pantai Nampu

Wisata goa:

  1. Goa Ngantap
  2. Goa Putri Kencono
  3. Goa Tembus
  4. Goa Sodong

Wisata Sejarah dan Budaya:

  1. Tugu Pusaka
  2. Prasasti Nglaroh
  3. Museum Karst
  4. Museum Wayang
  5. Monumen Bedol Desa
  6. Gunung Giri

Wisata Air:

  1. Air Terjun Sentren
  2. Sendang Siwani
  3. Sendang Asri
  4. Waduk Gajah Mungkur
  5. Kahyangan

Lantas dari daftar beberapa objek wisata yang dimiliki Wonogiri tersebut diatas, yang manakah yang akan saya bahas?… Tidak satupun!. ‘Lah gimana sih ini?!…’, begitu mungkin reaksi anda. ‘Ehh, suka-suka dong, kan saya yang nulis artikelnya…’, hehe.

Tenang, saya justru akan membahas potensi wisata non mainstream yang dimiliki oleh Kabupaten Wonogiri, khususnya Dusun Timoyo dan Dusun Banasan. Continue reading

Image copyright by their respective

Lawang Sewoe Tempo Doeloe

Beberapa kali mengunjungi kota Semarang namun tidak pernah mengunjungi Lawang Sewu membuat saya sangat penasaran dengan tempat ini, untunglah pada kesempatan kali itu, dua orang teman saya bersedia untuk menemani ke Lawang Sewu.

Kami memilih malam hari untuk mengunjunginya, karena menurut informasi seorang teman, Lawang Sewu di malam hari tak kalah menarik untuk dikunjungi dan selalu ramai dengan pengunjung.

Mengunjungi gedung ini di waktu malam malam ternyata cukup menyeramkan. Saya dan seorang teman berkeliling Lawang Sewu dipandu oleh seorang guide, dengan terlebih dahulu membayar tiket masuk 10.000 rupiah per orang tentunya, itupun belum termasuk biaya pemandu, yang katanya seikhlasnya 😀

Hanya berbekal satu buah senter, sang guide menemani kami berkeliling gedung ini, saya sempat bertanya, mengapa dinamakan Lawang Sewu?, Apakah benar pintunya ada seribu? Ternyata menurut penjelasan guide ini, tempat ini dinamakan dengan Lawang Sewu karena banyaknya daun pintu dan juga daun jendela yang dimiliki gedung ini. “Mungkin daun jendela besar-besar itu dihitung juga sebagai pintu”, imbuh guide tersebut.

Continue reading

Ten2Five - "I Love Indonesia" Cover Album

Ten2Five - "I Love Indonesia" Cover Album

Bagi anda yang kangen dengan lagu-lagu tradisional yang telah lama sekali hampir tidak pernah terdengar, tidak ada salahnya mencoba mendengarkan album baru Ten2Five berlabel “I Love Indonesia”. Lagu-lagu tradisional dengan aransemen bernuansa jazz ringan, sungguh sebuah perpaduan yang unik.

Lagu-lagu seperti “Ayam den lapeh”, “Jali-jali”, dan “Kicir-kicir” bahkan di berikan secara gratis di official website band ini. Tidak hanya itu saja. Bila anda membeli stiker bergrafis cover album “I Love Indonesia” ini seharga 20,000 rupiah, anda juga akan mendapatkan sebuah CD album “I Love Indonesia” ini secara gratis! Alias tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Jadi, tunggu apalagi!, ayo beli sekarang!. Cintailah Indonesia lewat lagu-lagunya.

image copyright by their respective

Ullen Sentalu entrance

Bicara tentang Jogja, ada satu tempat yang tidak akan pernah terlewatkan untuk dikunjungi. Tempat ini tadinya tidak begitu terkenal. Masih lekat di ingatan, manakala melewati tempat ini bertahun-tahun lalu, keinginan untuk ke sana sama sekali tidak ada saking sepi dan terlihat menyeramkannya tempat ini. Tapi belakangan dengan maraknya program televisi yang menawarkan alternatif tempat jalan-jalan, tempat ini semakin dikenal dan semakin banyak dikunjungi.

Ullen Sentalu namanya, sebuah museum yang berada di Kaliurang, di kaki Gunung Merapi. Sebetulnya museum ini sudah ada sejak tahun 1994, namun baru diresmikan pada tahun 1997. Museum ini cukup unik karena kepemilikannya yang bersifat pribadi.

Meskipun hal ini berimplikasi pada tiket masuknya yang jadi relatif lebih mahal, tapi itu terbayar dengan keindahan museum yang kita bisa nikmati. Tidak seperti museum pada umumnya yang menempati bangunan cagar budaya,  Ullen Sentalu  dibangun dengan arsitektur yang memadukan unsur Jawa klasik dan Eropa.

Continue reading

Kerbau sangat erat kaitannya dengan kebudayaan masyarakat Tana Toraja. Kerbau-kerbau ini biasa disembelih ketika upacara pemakaman Rambu Solok diadakan, atau dikenal dengan Ma’patinggorok Tedong. Puluhan bahkan hingga ratusan kerbau biasa disembelih pada saat upacara ini berlangsung.

Tedong ini, begitulah sebutan kerbau oleh masyarakat Toraja, ada dua jenis, Tedong hitam dan Tedong bonga.

image copyright by their respective

Tedong Bonga dan Tedong Hitam

Harga Tedong hitam atau kerbau biasa, umumnya berkisar antara 10–25 juta rupiah. Sedangkan harga Tedong bonga atau kerbau belang, bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah per-ekornya, tergantung dari ukurannya dan warnanya.

Continue reading

Ke Jogja Ku Kan Kembali …

image copyright by their respective

Java Island - Jogjakarta

Meskipun lahir dan besar di Jogja, serta keluarga juga masih tinggal di sana, tiap kali pulang rasanya semangat untuk menjelajah setiap sudut Jogja selalu membara. Maklum sudah lebih dari 10 tahun tidak tinggal di sana. Pun dulu ketika meninggalkan Jogja pertama kali usiaku masih sangat muda, dan waktu itu masih seorang anak rumahan yang belum punya keberanian untuk melangkahkan kaki di luar zona yang mahfum diakrabi. Maka merasa malu lah aku ketika begitu banyak orang bertanya mengenai Jogja, apalagi ketika mereka menyebut nama-nama tempat yang terdengar asing di telinga. Berawal dari rasa malu inilah kemudian timbul niat untuk menjalankan misi mengenal Jogja.

Continue reading

Goa Pawon, Citatah Bandung

Goa Pawon, Citatah Bandung

Pawon berarti dapur dalam bahasa Jawa, bagi anda yang belum pernah mendengar namanya, pasti akan mengira bahwa goa ini berada di pulau Jawa bagian tengah, seperti halnya candi Pawon yang berada di Jawa Tengah sana. Bila anda berpikir demikian, maka sudah pasti anda salah besar, :D.

Secara administrative, Goa Pawon berada di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.

Untuk dapat masuk ke areal Goa Pawon, pengunjung harus meminta ijin terlebih dahulu kepada kuncen goa, yaitu bapak Ecep Suhaya.

Namun, karena pada saat saya berkunjung ke Goa Pawon pertengahan Juni 2010 yang lalu, sang kuncen sedang tidak berada ditempat, karenanya perijinan di subordinat-kan melalui sang anak.

Untuk menuju mulut Goa Pawon, dapat dilakukan dengan berjalan kaki menyusuri jalan tanah sekitar lima menit lamanya. Pintu masuk goa ini berada di ketinggian, dengan batuan alami bercampur tanah yang terbentuk secara acak yang membentuk seperti anak tangga.

Aroma Guano (tinja burung laut atau kelelawar) atau yang lazim kita sebut dengan Amoniak, langsung menyambut saya persis dimulut goa, semakin kedalam semakin menyengat.

Hanya sekitar satu meter kearah dalam, anda dapat menyaksikan banyak kelelawar berterbangan di rongga goa bagian atas dan menyisakan celah yang cukup besar dibagian atapnya berbentuk seperti cerobong asap.

Continue reading