Category: Catatan Perjalanan


Gunung Batu Jonggol

Gunung Batu Jonggol

Gunung Batu Jonggol mulai booming sejak awal tahun 2015 yang lalu. Popularitas, sebagaimana lokasi-lokasi wisata baru lain, diperolehnya via dunia maya lewat tangan-tangan gatal pecinta media sosial. Tapi tahukah kalian, kalau penyematan kata ‘Jonggol’ di akhir nama Gunung Batu sekarang adalah sebuah kesalahan?

Jika kita telusuri ke belakang, sebelum Mei 1999, penyandangan kata ‘Jonggol’ pada Gunung Batu adalah tepat. Karena pada saat itu Kecamatan Jonggol belum mengalami pemekaran.

Pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1999, Kecamatan Jonggol dimekarkan menjadi dua kecamatan, yaitu; Kecamatan Jonggol dan Kecamatan Sukamakmur.

Continue reading

Pendakian Gunung Ciremai Via Jalur Apuy

Jika Jawa Timur punya Semeru (3,676 mdpl), dan Jawa Tengah punya Slamet (3,428 mdpl), maka Jawa Barat punya Gunung Ciremai (Ceremai/Cermai?) sebagai puncak tertingginya. Gunung berketinggian 3,078 mdpl ini sendiri terletak di antara 3 kabupaten, yaitu; Cirebon, Kuningan, dan Majalengka.

Setidaknya ada 3 jalur pendakian Gunung Ciremai yang bisa dipilih para pecinta kegiatan alam bebas, yaitu; via Apuy (Majalengka), via Palutungan (Kuningan), atau via Linggarjati (Kuningan). “Kabar baiknya,” di antara beberapa gunung yang terdapat di Pulau Jawa, hanya Gunung Ciremai saja yang memiliki titik awal pendakian paling rendah: 700 mdpl (via jalur Linggarjati).

Continue reading

Indomie Telor Innalillahi, Cemoro Sewu

Indomie Telor Innalillahi, Cemoro Sewu

Sebenarnya ini agak memalukan. Tapi, atas nama ingatan yang bisa kapan saja terlupa, tak ada salahnya kalau pada akhirnya saya pilih untuk bercerita. Toh, selain berguna sebagai catatan perjalanan, ia juga bisa berperan sebagai hiburan.

Peristiwa ini sendiri terjadi di sekitar basecamp Cemoro Sewu, Gunung Lawu, beberapa tahun lalu. Kalau kita lihat pada peta, maka pintu masuk pendakian ini akan berada di sisi Jawa Timur. Kami sengaja tidak berangkat lewat Cemoro Kandang, Jawa Tengah, karena jalurnya yang lebih panjang dan berdebu. Bagi yang belum tahu, jarak antara kedua gerbang pendakian ini hanya terpaut sekitar 700 meter atau 11 menit berjalan kaki menelusuri Jalan Cha Cha Lesahan.

Baiklah, mari kita mulai saja ceritanya…

Continue reading

Lokasi pembuatan terasi atau trassi di Jawa Tengah (1920-1925), Koleksi Tropenmuseum

Lokasi pembuatan terasi atau trassi di Jawa Tengah (1920-1925), Koleksi Tropenmuseum

Di kehidupan keseharian masyarakat Indonesia, terasi selalu terasosiasi dengan yang namanya sambal. Padahal sebenarnya banyak sekali varian makanan yang juga menggunakan penguat cita rasa tradisional ini. Mulai dari tumis kangkung terasi, ayam dan nasi goreng terasi, cah kangkung terasi, telur bumbu terasi, tumis sawi hijau terasi, hingga ikan bandeng bakar terasi. Daftar ini bisa semakin panjang tergantung daya kreatifitas sang juru masak.

Tapi siapa bakal menyangka kalau ternyata sejak tahun 1886, tiga tahun setelah Gunung Krakatau meletus, cerita tentang terasi telah menjelajah keliling dunia lewat tulisan seorang wanita asal London, Anna Forbes (Annabella Keith), “Insulinde: Experiences of a Naturalist’s Wife in the Eastern Archipelago.”

Continue reading

Helaran Khitanan Saung Angklung Udjo

Helaran Khitanan Saung Angklung Udjo

Sambil menari-nari dari entrance kiri, anak-anak lelaki beriring-iringan (helaran) masuk ke arena pertunjukan. 3 anak paling depan menunggangi jaran kepang, 4 remaja di belakangnya mengiringi dengan umbul-umbul warna-warni yang diikatkan pada sebatang bambu panjang. Di belakangnya lagi, 2 remaja mengusung tandu/jampana yang diduduki seorang anak yang (digambarkan) akan dikhitan.

Tak ketinggalan, payung songsong (payung agung/payung kebesaran) yang dibawa seorang remaja lain, diposisikan sedemikian rupa di sebelah kiri raja kecil sehari ini – supaya ia terlindungi dari terpaan sinar matahari.

Continue reading

Panggung Utama Saung Angklung Udjo

Panggung Utama Saung Angklung Udjo

SAUNG ANGKLUNG UDJO (SAU) adalah passion. Setidaknya begitulah yang saya rasakan saat akhirnya berkesempatan mengunjungi sanggar seni yang berlokasi di Jalan Padasuka 118, Bandung, ini. Perkenalan pertama saya pada alat musik angklung terjadi bertahun-tahun silam, saat masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Mungkin kalian pun demikian. Jadi, kalau ditanya bagaimana rasanya saat memainkannya, terus terang saya lupa. Dan di saung angklung inilah, bayang-bayang masa kecil itu bisa kembali terkenang.

Berawal dari kecintaannya kepada angklung dan anak-anak, Udjo Ngalagena atau yang biasa dipanggil Mang Udjo, memulai ‘petualangan’ seninya. Pengetahuan lebih mendalam Mang Udjo tentang angklung didapatnya dari sang guru, maestro angklung Daeng Soetigna. Tak mau sia-sia, ilmu itu kemudian ditularkannya kepada anak-anak di sekitar rumahnya.

Continue reading

Summit Attack Puncak Indrapura, Gunung Kerinci

Summit Attack Puncak Indrapura, Gunung Kerinci

Akhirnya, sampai juga kita di ekor cerita seri pendakian Gunung Kerinci. Kali ini saya akan membahas tentang apa saja yang terjadi mulai dari Shelter 3, muncak/summit attack, Puncak Indrapura, hingga kembali lagi ke Jakarta. Untuk teman-teman yang belum tahu, artikel ini merupakan kelanjutan dari cerita pertama (yang mengulas tentang perjalanan dari Jakarta ke Padang hingga Kayu Aro) dan cerita kedua (yang mengulas aktifitas mulai dari Basecamp Jejak Kerinci, hingga pendakian ke Shelter 3).

 

Summit attack brother

Shelter 3 pukul 03.00 pagi. Hawa dingin di ketinggian 3,300+ mdpl, semakin menusuk tulang. Tiupan angin kencang yang sebentar datang sebentar hilang menusuknya lebih dalam. Terus begini. Tak juga berhenti sejak kedatangan kami.

Continue reading

Gunung Kerinci berlatar depan Perkebunan Teh Kayu Aro

Yang namanya waktu, seminggu itu, ternyata cepat juga ya. Perasaan baru kemarin tayang artikel Gunung Kerinci pertama, sekarang sudah harus tayang lagi artikel yang kedua. Ngomong-ngomong, kalian sudah baca artikel pertama—terkait perjalanan panjang dari Jakarta ke Kayu Aro yang penuh drama itu?

Kalau belum, ada baiknya artikel itu dibaca juga, karena ia masih satu kesatuan dengan yang akan kita bahas sekarang. Di artikel ini, saya akan membahas pengalaman mulai dari suka duka bermalam di Basecamp Jejak Kerinci, hingga proses pendakian menuju Shelter 3. Tak lupa, satu-dua data langka saya tebar di dalamnya. Baiklah, supaya tidak berlama-lama, mari kita mulai saja kelanjutan ceritanya…

Continue reading

Gunung Kerinci, Berlima di Perjalanan Penuh Drama

Sunter, pukul 04.30 pagi. Taksi pesanan kemarin malam baru datang di depan pintu gerbang kompleks perumahan, di mana Bayu, sang teman, tinggal. Taksi yang sama, berhasil memaksa kami terjaga dari ritual tidur ayam yang baru dimulai 3 jam sebelumnya. Namun begitu, tetap saja taksi ini tak mampu memaksa kami bergerak lebih cepat. Efek tidur ayam berkuasa di atas segala-galanya. Buktinya, kami masih sempat melakukan persiapan dan sarapan dalam irama yang agak lambat.

Sang supir memacu mobil menyusuri jalan raya Jakarta yang masih sepi. Pendar kuning lampu jalan eks landasan pacu Kemayoran, mengawali keberangkatan kami menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Berdasarkan perhitungan, kami berempat—saya, Fery, Bayu, dan Yeni—bisa dibilang terlambat. Apalagi bila mengingat departure time Mandala Tiger Airways yang pukul 06.40 pagi itu. Karenanya, walau berlagak tenang, sejatinya jantung ini deg-degan.

Continue reading

https://simplyindonesia.files.wordpress.com/2014/08/gua-grubug-gua-jomblang-perjalanan-penuh-pertaruhan.jpg

Gua Grubug dan Gua Jomblang

Flashback ke awal tahun 2010 silam, saat di mana Gua Jomblang (-8.031726, 110.639215)—yang terletak di sebelah tenggara pusat Kota Jogjakarta—belum setenar sekarang…

Saat itu, istilah backpacker atau backpacking baru-barunya booming di Indonesia, ‘menggantikan’ istilah “jalan-jalan, ”traveling, atau “main,” yang sebelumnya saya tahu dan lakukan sejak duduk di bangku SMA.

Jumlah operator caving Goa Jomblang saat itu baru terbilang satu-dua. Itu pun tidak resmi, alias based on request, dan dengan harga tawaran yang relatif mahal untuk ukuran kantong saya dan teman-teman; 550,000Rp per orang.

Kami segera mencari alternatif operator lain yang mampu menawarkan harga yang lebih terjangkau. Pencarian ini berhasil. Kami dapati Operator X sebagai operator pilihan, karena mereka bisa menawarkan harga yang jauh lebih murah; 150,000Rp.

Sebelum cerita ini dilanjutkan, ada beberapa catatan yang terlebih dulu ingin saya sampaikan:

  • There is a thin line between bravery and stupidity. Pengalaman “bertaruh nyawa” pada artikel ini adalah kombinasi keduanya. Jangan pernah mempertaruhkan nyawa kecuali dalam keadaan sangat amat terpaksa.
  • Dokumentasi foto pribadi, sementara absen di artikel ini. Tahunan dokumentasi foto perjalanan saya kompak rusak bersama harddisk yang tiba-tiba ngadat. Alhamdulillah, edisi Gua Jomblang & Gua Grubug termasuk di dalamnya.

Continue reading

Pemandangan laut di sekitar Pelabuhan Sape

Pemandangan laut di sekitar Pelabuhan Sape

Pukul 13.05 kami selesai santap siang di Rumah Makan Seafood BBA Doro Belo. Setelah sebelumnya kami jajaki Desa Palama dengan susu kuda liarnya, kini tiba saatnya kami lanjutkan perjalanan menuju Labuan Bajo via Pelabuhan Sape. Feroza Fans Club Sumbawa mengiringi kami dalam kecepatan sedang cenderung kencang. 5 mobil mengawal di depan, belasan lainnya mengekor di belakang. Tanah merah memisahkan rentang aspal mulus dengan air pantai kecoklatan di sebelah kiri jalan. Atmosfer gersang masih mendominasi di sini.

Continue reading

Induk dan Anak Kuda Sumbawa

Induk dan Anak Kuda Sumbawa

Masih di Desa Palama. Masih pula tentang susu kuda liar Sumbawa. Sementara teman-teman lain sibuk dengan kuda-kuda warga yang memang sengaja dibawa pulang—atas permintaan, karena kami akan datang—saya justru memilih kesibukan lain; menggali informasi perihal kuda-kuda Sumbawa ini.

Dan, yang beruntung mendapatkan pertanyaan bertubi dari saya adalah Pak Hasan, salah seorang pamong Desa Palama yang saat itu ikut memandu kami menjelajah desa yang menjadi tanggung jawabnya. Berikut ini adalah hasil perbincangan saya dengan beliau:

Continue reading

Anak kuda Sumbawa

Anak kuda Sumbawa

Hari ini Tim Terios 7 Wonders Hidden Paradise resmi memasuki hari ke-11—Oktober 11, 2013. Berdasarkan itinerary, agenda hari ini akan diisi dengan mengunjungi Desa Palama yang terletak di Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima. Kami akan melihat proses pemerahan susu kuda liar Sumbawa, kalau perlu sekalian mencicipi rasanya.

Pukul 23.00 malam sebelumnya, kami tiba di Aman Gati Hotel. Kondisinya terlalu gelap untuk mengungkap kondisi sebuah tempat. Awalnya saya mengira penginapan ini sama seperti penginapan-penginapan sebelumnya – berada di tengah-tengah kota. Ternyata salah. Karena, begitu hari berganti pagi, saya baru menyadari kalau penginapan yang dimiliki I Gede Sudantha ini berada di tepian Pantai Lakey.

Continue reading