Wisma Bekol, Baluran Spooky?

Wisma Bekol, Baluran Spooky?

Entah betulan atau tidak, beberapa kali saya pernah mendengar cerita, kalau Wisma Bekol (Wisma Rusa, Wisma Merak, dan Wisma Banteng) tempat kami menginap malam ini cukup angker. Demi mengetahui kebenarannya, pada artikel kali ini akan saya ajak kalian untuk membuktikannya.

Bermodal do’a sebelum tidur yang lagi-lagi lupa dibaca, berikut cerita misteri yang lumayan spooky, saya mencoba terlelap lebih cepat. Harapannya, begitu pagi menjelang, tubuh telah siap perang.

Tak lama dari pertentangan kecil seputaran adu muhrim yang terjadi sebelumnya, Giri pilih sisi master bed sebelah kiri. Kali ini dia tidur dengan memunggungi saya. Ya. Langsung memunggungi saya. Wujud pertahanan terakhir, sebagai bentuk kegelisahan yang mendalam.

Bila dalam dunia keluarga cemara, kejadian punggung-punggungan seperti ini dibilang dengan prahara rumah tangga, maka dalam konteks ekspedisi yang hampir seluruh pesertanya laki-laki ini, kira-kira disebut apa ya? Bisakah ia disebut dengan aksi ‘penolakan’? Bila iya, haruskah saya merasa hina karenanya? Tapi, saya kan laki-laki sejati. Kalau merasa hina karena kejadian ini, apa gak aneh ya? Ah! Sudahlah.

Entah mengapa, malam ini saya merasa lebih nyaman. Rasanya lebih mudah tidur di kamar pengap nan lembab seperti di Wisma Merak ini, daripada tidur di penginapan mewah dengan fasilitas wah sebelum-sebelumnya. Padahal kamar-kamar hotel tersebut jelas jauh lebih nyaman. Hmm, mungkin lebih karena faktor kebiasaan. Sindrom petualang yang senantiasa mengedepankan urat-urat militan. Efek gak punya uang tapi kepingin banget jalan-jalan. Terbiasa tidur di mana saja, yang penting murah, walau gak meriah.

Tubuh saya terasa lelah, matapun tak kalah mengantuk. Dan, peristiwa penolakan barusan, begitu saja terlupakan.

Suasana malam di Taman Nasional Baluran begitu sunyi. Namun, baru sebentar menjelajahi alam mimpi, gendang telinga saya tiba-tiba saja waspada. Keduanya menangkap suara menggaruk-garuk yang selalu saja berpindah-pindah tempat.

Wisma Merak tempat saya menginap, tampak usang dimakan jaman. Dari 4 kamar yang ada, hanya 2 yang berfungsi sempurna. 1 kamar telah berubah menjadi tempat sampah. Botol plastik, bungkus makanan, dan lain sebagainya bertebaran di sekujur ruangan. Sementara 1 kamar lagi, dibiarkan terkunci penuh misteri.

Penginapan Bekol telah dilengkapi dengan lampu penerangan. Namun demikian, tidak lantas membuat kamar yang saya tiduri terasa terang. Atap dan dinding gedhek (anyaman bambu) berwana coklat kehitaman bahkan membuatnya terkesan remang-remang.

Garukan pelan yang sejak awal terdengar, tak pernah saya lepaskan dari perhatian. Suara itu masih saja berpindah-pindah tempat. Sebentar di dinding, sebentar di atap. Lambat laun, pikiran saya terkonsumsi juga dengan cerita-cerita misteri tentang penginapan ini.

Sambil membelakangi sumber suara terakhir, mata yang terpejam saya picingkan sedikit ke arah jam tangan. Masih pukul 02.30 pagi! Damn!

Penerangan yang temaram jelas membuat atmosfer ruangan tambah menyeramkan. Tapi, rasa penasaran pulalah yang pada akhirnya mengimbangi kualitas takut saya. Dengan membaca basmallah, mata yang semula terpejam, saya kagetkan, sehingga langsung membuka sepenuhnya ke arah sumber suara…

Setaaaaannnnn!!!

Ternyata suara-suara tadi berasal dari 2 ekor tokek yang sedang asyik berpacaran! Sialan! Damn it! Damn! Emosi jiwa rasanya!

***

Gara-gara ‘setan’ semalam, pagi di Baluran terasa cepat menjelang. Ini artinya, Ekspedisi Terios 7 Wonders – Hidden Paradise telah memasuki hari ketujuh.

Kalau sebelum-sebelumnya teman satu kamar lain akan membangunkan saya, manakala tim memulai hari, maka pagi ini hal tersebut tidak terjadi. Begitu membuka mata, pintu kamar 10 Wisma Merak ternyata telah terbuka sepenuhnya. Giri sudah berada di teras depan, tampak sibuk mengambil gambar, ke arah teman-teman lain yang sedang beraktifitas di savana.

Gara-gara ini, saya merasa seperti sedang berada dalam sebuah film eropa bertema cinta, pada adegan di mana sang kekasih dibiarkan terlelap tidur sementara pasangannya telah memulai hari dengan beraktifitas di bagian depan, teras rumah mereka. Damn!

Sunrise Baluran yang pada malam sebelumnya telah direncanakan, kembali gagal saya dapatkan. Dipenuhi rasa kecewa, saya beranjak dari pembaringan, berjalan ke arah teras, tempat di mana Giri berdiri tadi. Tapi, baru saja keluar dari pintu kamar, tiba-tiba seekor rusa besar berbadan kekar dengan tanduk panjang bercabang, berlari demikian kencang ke arah saya. Ahh! Apalagi ini! [BEM]