Pantai Tangsi (Pink Beach), Tanjung Ringgit - Lombok 3

Pantai Tangsi (Pink Beach), Tanjung Ringgit – Lombok 3

Tiada gambaran kami hendak ke mana begitu keluar dari gerbang SMA Al-Masyhudien NW Kawo. Yang ada di pikiran saya hanya pulang kembali ke penginapan. Membayar hutang tidur yang tak juga tertutup. Walau sesekali tidur di perjalanan, nyatanya tetap saja tak bisa mengembalikan kesegaran badan. Saya hampir-hampir bosan. Niat hati ingin sekali menggantikan Boski pegang kemudi, tapi apa daya, bakat saya tak punya. Kalau sudah begitu, lebih baik tidur lagi saja.

1.5 jam mata terpejam seharusnya sudah membawa saya ke alam mimpi, sayangnya, telinga yang masih terjaga menahan saya di 2 dunia berbeda; alam sadar dan tidak sadar. Chaos.

Entah kenapa, saya hobi sekali menggunakan kata “chaos” ini. Asalkan merujuk pada 2 hal yang saling bertentangan tapi masih dalam satu kesatuan, maka kata itu akan saya gunakan. Secara definisi, jelas tidak tepat, karena sejatinya saya terlalu menyederhanakan arti Chaos Theory itu sendiri. Kalau diterjemahkan secara suka-suka, mungkin bunyinya menjadi, “keteraturan tidak teratur dalam ketidak-teraturan teratur.” Pusing? Sama.

Kerontang di makan musim kering

Kerontang di makan musim kering

Kondisi jalan menuju Pantai Tangsi

Kondisi jalan menuju Pantai Tangsi

Menuju Pantai Tangsi (Pink Beach) Lombok

Menuju Pantai Tangsi (Pink Beach) Lombok

Jalan menuju Pink Beach—atau biasa disebut Pantai Tangsi oleh masyarakat setempat—siang itu terasa panas dan gersang. Pohon rerumputan tampak meranggas di kanan-kiri jalan. Ilalang coklat kemerahan berpadu ranting kelabu begitu kontras dengan langit yang membiru. Akses jalan utama pun hanya dibangun seperlunya. Mungkin karena dianggap lokasi wisata ini masih relatif sepi.

Kondisi jalan pada paruh pertama boleh aspal, tapi pada paruh kedua, jangan harap, karena jalan sekedarnya itu melulu berdebu, apalagi kami datang pada musim kemarau.

Gak ada tiang listrik ya di sini.” Uci mengucapkan pernyataan serupa pertanyaan.

“Tiang listriknya underground kali Uc,” jawab saya sekenanya. Yakin kalau yang tadi itu merupakan kalimat pertanyaan bukan pernyataan.

Bila tak ada rumah atau kegiatan warga, laju iring-iringan kami percepat. Tapi, begitu melewati keduanya, kecepatan sengaja diperlambat. Untuk mengurangi debu-debu tebal beterbangan terlindas ban. Agar pula tak mengganggu kegiatan warga sekitar. Hargai sebagaimana kita ingin dihargai.

Musholla ini 15 menit jaraknya dari Pantai Tangsi

Musholla ini 15 menit jaraknya dari Pantai Tangsi

Pintu masuk menuju Pink Beach Lombok

Pintu masuk menuju Pink Beach Lombok

Di depan sana, iring-iringan perlahan menepi ke bahu jalan. Mungkin kami telah sampai. Atau jangan-jangan malah nyasar, karena letak pantai yang terlihat dari jalan utama ini cukup jauh di bawah sana—di bagian kanan, dan bagian kiri jalan. Posisi tempat kami berhenti tepat di punggungan bukit.

Penasaran dengan status perjalanan, saya ikut keluar dari mobil. Tujuannya satu; sedikit menyelidik. Tapi, belum lagi semenit, saya gagal jadi detektip. Pak Endi tiba-tiba memberi instruksi. “Yak! Semua masuk (mobil) kita turun—ke pantai.”

Rupanya jalan yang ditempuh sudah tepat. Kami tidak tersesat, hanya berhenti sesaat untuk membayar retribusi pada pos penjagaan yang dibangun seadanya di bagian kiri jalan utama.

Dari arah datang, kami belok ke kiri. Sementara yang terlanjur di depan, terpaksa putar haluan. Setelah portal bambu yang terletak persis di sebelah pos retribusi, jalan mulai menurun sedikit terjal. Kondisinya jauh lebih hancur dan berdebu ketimbang jalan utama sebelumnya. Yang tampak rapi hanyalah pondasi batu kali di sepanjang kanan-kiri jalan, sampai Pantai Tangsi (koordinat: -8.859609,116.579865).

Menjelang area pantai, beberapa pekerja tampak sibuk membenahi infrastruktur jalan. Bila rutin dikerjakan, dalam perkiraan saya, mungkin, 1-2 bulan ke depan akses jalan menuju Pantai Tangsi ini telah selesai sepenuhnya.

Pink Beach di Musim kemarau

Pink Beach di Musim kemarau

Aksi Sahabat Petualang 1

Aksi Sahabat Petualang 1

Aksi Sahabat Petualang 2

Aksi Sahabat Petualang 2

Pantai Tangsi (Pink Beach) siang itu tampak sepi, rasanya seperti milik pribadi, karena pengunjung yang datang hanya kami. Ah, ada. Rombongan biker Lombok. Tapi mereka baru saja pergi, kami berpapasan tadi.

Pukul 14.35 waktu INDONESIA tengah saat kami tiba. Kalau dihitung-hitung, kami telah menempuh 2 jam perjalanan sejauh 50 km, dari Kabupaten Lombok Tengah ke Pantai Tangsi ini. Untuk perjalanan yang sebagian besar kondisinya lengang, rentang 2 jam ini benar-benar terasa panjang.

Dalam perjalanan, biasanya saya punya 2 agenda, hunting foto dan/atau mengobrol dengan warga sekitar. Wujud pemenuhan hobi sekaligus dokumentasi. Semakin lengkap semakin baik. Apalagi kalau dapat bonus cerita atau pengalaman konyol, itu lebih seru. Bahkan boleh dibilang, dalam tiap perjalanan saya belakangan, dua faktor yang disebutkan terakhir tadi justru yang paling saya cari. Sayangnya kali ini saya kurang begitu beruntung. Selain pekerja infrastruktur jalan, tak terlihat satu pun warga yang bisa ditanya. Sekalinya ada, waktunya telah tiada. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.

***

Saya menuju perbukitan di arah kanan pantai, sementara yang lain, membawa serta 7 Terios ke bukit batu yang menjulang tinggi di sebelah kiri jauh. Kedua bukit ini menjadi pagar alam yang akan memberitakan kepada siapa saja yang datang tentang pantai yang mana ‘milik’ siapa. Karena di balik kedua bukit sana, pada sisi yang berbeda, bersemayam pantai yang berbeda pula—Pantai Temeak dan Pantai Sowan.

Hasil backlight

Hasil backlight

Tanpa backlight - sisi lain pink beach

Tanpa backlight – sisi lain pink beach

Udara Pantai Tangsi yang panas, membuat saya terlalu malas menjelajahi setiap sisi lokasi wisata ini. Apalagi setelah menyadari kesalahan pemilihan spot foto yang saya lakukan. Saya tidak memperhatikan posisi jatuh bayangan. Akibatnya, terpaksalah menanggung backlight pada spot-spot foto (yang saya anggap) terbaik. Atas dasar itu pula, saya lebih banyak berdiam diri pada bale-bale kecil di punggung bukit, bersama Wahyu, Harris, dan Sigit. Sambil sesekali sight seeing dan photo hunting.

Pelajarannya adalah; bagi pecinta landscape photography, di mana pun lokasinya, selalu perhatikan posisi jatuh bayangan. Ambillah foto dari arah yang berlawanan dengan arah jatuh bayangan—kecuali menyengajakan backlight.

Bukit di sebelah kanan pantai

Bukit di sebelah kanan pantai

Di atas bukit

Di atas bukit

Bale di atas bukit 1

Bale di atas bukit 1

Bale di atas bukit 2

Bale di atas bukit 2

Sendiri

Sendiri

Pada dokumen bertitel, “Creating Asia’s Largest Eco-Regions,” sebuah studi yang didanai Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa wilayah Sekaroh (sebutan lain Kecamatan Jerowaru—kecamatan di mana Pantai Tangsi berada)  dianggap rentan terhadap perubahan cuaca, sosial, dan ekonomi. Karenanya area ini dianggap memiliki tingkat adaptasi paling rendah terhadap pembangunan.

Yah, apapun kata mereka, selama masyarakat mau, seberat apapun tantangannya, saya yakin, pasti lokasi wisata yang terletak di ujung selatan Pulau Lombok ini bisa tumbuh dan berkembang. Seperti halnya Dubai, yang dulunya hanya padang gurun gersang, tapi sekarang jadi rebutan banyak orang. Man jadda wa jadda. Tak ada yang tak bisa kalau kita mau berusaha.

Fasilitas yang tersedia

Fasilitas yang tersedia

Ada yang tau nama penginapan ini

Ada yang tau nama penginapan ini

Bicara infrastruktur, Pantai Tangsi masih dalam status berbenah diri. Fasilitas di sini sangat minim. ‘Toilet’ yang ada hanya bisa untuk buang air kecil saja, sementara untuk buang air besar, entah di mana.

Sebenarnya, dibilang toilet pun kurang tepat rasanya, karena dindingnya hanya dari sobekan-sobekan karung yang disangga beberapa tiang dahan usang. Tak beratap. Tak dilengkapi kloset leher angsa. Tak ada “tempat penampungan”-nya pula. Kalian tahu istilah cubluk kan? Nah! Ini versi minimalisnya. Cubluk Minimalis. Mengikuti tren kaidah arsitektur modern.

Bagi generasi-generasi reformasi, saya bisa memaklumi kalau kalian tidak mengetahui istilah ‘cubluk’ ini. Tapi bagi kalian manusia-manusia peninggalan Orba, jangan pura-pura gak tahu ya. Saya gak rela. Tuh kan, senyum-senyum sendiri. Kalian pasti generasi Orba ya? Sudah deh, gak usah ngaku. Umur gak bisa bohong.

Walaupun di sekitar Pantai Tangsi (Pink Beach) terdapat warung yang menjual makanan dan minuman ringan, ada baiknya kalian mempersiapkan perbekalan sejak awal keberangkatan. Hanya untuk mengantisipasi bila sewaktu-waktu warung ini tutup. Pastikan juga tangki bahan bakar terisi penuh, (lagi-lagi) untuk mengantisipasi jarak perjalanan yang relatif jauh.

Pantai Tangsi (Pink Beach), Tanjung Ringgit - Lombok 1

Pantai Tangsi (Pink Beach), Tanjung Ringgit – Lombok 1

Pantai Tangsi (Pink Beach), Tanjung Ringgit - Lombok 2

Pantai Tangsi (Pink Beach), Tanjung Ringgit – Lombok 2

Pantai Tangsi terletak di Tanjung Ringgit, Kabupaten Lombok Timur. Kabupaten yang sama, yang menaungi separuh Gunung Rinjani. Bila merujuk pada Peta Infrastruktur Kabupaten Lombok Timur, maka, ada 2 cara untuk mencapai Pantai Tangsi (Pink Beach), yaitu:

  • Pelabuhan Kayangan – Pringgabaya – Aikdalem – Korleko – Ijabalit – Labuhanhaaji – Bagikkerep – Rambang – Selayar – Keruak – Jerowaru – Serubung – Pemongkong – kemudian belok kiri (arah timur) ke Sumut – Tanjung Ringgit.
  • Pelabuhan Lembar – Gerung – Kediri – Ubung – Puyung – Praya – Pejanggik – Mujur – Ganti – Sukaraja – Keruak – Jerowaru – Serubung – Pemongkong – kemudian belok kiri (arah timur) ke Sumut –  Tanjung Ringgit.
Peta Pantai Tangsi - Tanjung Ringgit - Zoom out

Peta Pantai Tangsi – Tanjung Ringgit – Zoom out

Peta Pantai Tangsi - Tanjung Ringgit - zoom in

Peta Pantai Tangsi – Tanjung Ringgit – zoom in

Mercusuar Tanjung Ringgit

Mercusuar Tanjung Ringgit

Pintu masuk ke Pantai Tangsi (Pink Beach) berada sekitar 500 meter sebelum Mercusuar Tanjung Ringgit (koordinat: -8.860738,116.587856). Agar tidak terlewat, perhatikan plang-plang yang terpampang di sebelah kiri begitu jalan mulai sepi. Pantai Tangsi berada di sebelah kiri jalan (bukit). Sebelum masuk, terdapat portal dan pos penjagaan di bagian kiri jalan utama.

Takut nyasar? Bawa Global Positioning System (GPS). Mahal? Bawa peta. Tidak punya uang? Tanya warga. Tak satu pun orang bisa ditanya? Berdoalah kepada Tuhan. Mungkin kalian telah salah jalan. [BEM]