Tim Terios 7 Wonders – Hidden Paradise telah memasuki hari kedelapan—Oktober 8, 2013. Malam sebelumnya; tidak ada kegiatan yang kami lakukan selain makan malam di salah satu restoran yang terletak di seberang penginapan—Hotel Santika Kuta. Praktis Pulau Bali hanya kami jadikan sebagai tempat transit sementara untuk memulihkan tenaga, sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Lombok.
Jam tangan hitam pinjaman di lengan kanan telah menunjukkan pukul 08.37 waktu INDONESIA bagian tengah. Pada odometer digital Daihatsu Terios 7 tertera angka 1962. Itu artinya, kami telah menempuh perjalanan darat sejauh 1,726 km mulai dari Desa Sawarna – Merapi, Desa Kinahrejo – Desa Ranu Pani – Taman Nasional Baluran – hingga di Kuta, Bali. Bila perjalanan laut—menyeberangi Selat Bali dari Ketapang ke Gilimanuk—juga dihitung, maka tinggal tambahkan angka tadi dengan 4.5-5 km lagi.
Hotel Santika – Kuta, Bali
Jalan Raya Kuta No. 98 Kuta, Bali – INDONESIA
Telp: (62-361) 764.033, 764.044
Fax: (62-361) 764.041
Email: info@santikakutabali.com
Lepas sarapan pagi, kami segera bertolak dari Hotel Santika Kuta. Indikator bensin yang menyatu dengan odometer digital menyisakan 2 bar setelah menempuh satu jam perjalanan, karenanya pada salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra No. 9, Dusun Sidayu Tojan, Desa Takmung, Klungkung, bensin kami isi kembali.
Panorama laut yang membentang luas di sebelah kanan jalan menyajikan pemandangan Nusa Lembongan di arah tenggara Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Di belakangnya terdapat Nusa Ceningan yang berukuran lebih kecil, dan Nusa Penida dengan ukuran berkali lipat lebih besar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung, ketiga pulau ini—Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida—terangkum dalam Kecamatan Nusa Penida yang luasnya mencapai 202.84 km2.
Dan, dari 4 kecamatan yang berada pada wilayah administratif Kabupaten Klungkung, Kecamatan Nusa Penida adalah yang terbesar—mencapai 2/3 luas Kabupaten Klungkung—dan satu-satunya kecamatan yang letaknya terpisah dari Pulau Bali.
Pantai masih terlihat di sepanjang Jalan Raya Goa Lawah. Sementara pada salah satu titiknya, terdapat Pura Goa Lawah (-8.551719,115.468862) yang terletak di sebelah kiri jalan utama. Pada Jalan Raya Karangasem, jalan raya kembali menjorok ke daratan, memasuki area perbukitan Jalan Raya Padang Bai, ke arah timur laut, kemudian belok kanan, turun kembali ke arah selatan, Jalan Pelabuhan Padang Bai.
Sebenarnya, bila ditembak langsung garis lurus dari Jalan Raya Karangasem ke Pelabuhan Padang Bai, waktu tempuhnya menjadi 50% lebih singkat dari jalur yang ada. Namun, karena tidak dibangun infrastruktur jalan seperti ini, maka kita harus memutar cukup jauh, persis seperti yang baru saya sebutkan di atas.
Dibutuhkan waktu selama 1 jam 40 menit—dari Hotel Santika Kuta—untuk sampai di Pelabuhan Padang Bai (-8.533597,115.508362). Konvoi 7 Terios kembali mengantri sebelum masuk ke dalam pelabuhan. Di depan sana, Pak Agam lagi-lagi ambil kendali. Menangani kebutuhan finansial tim di loket pembayaran.
Sepanjang Ekspedisi Hidden Paradise ini, bisa dibilang hanya Pak Agam lah yang paling kaya raya di antara seluruh peserta. Duitnya tak terkira banyaknya. Royal ia mentraktir kami semua sejak dari point pertama. Dank U Pak Agam!
***
Pukul 10.40, Kapal Motor Penumpang (KMP) Citra Nusantara angkat sauh, siap menyeberangi Laut Bali menuju Pulau Lombok yang berjarak tempuh sekitar 65.5-75 km—dari Pelabuhan Padang Bai ke Pelabuhan Lembar.
Selain membunuh waktu dengan menunggu, tak ada lagi kegiatan yang saya lakukan selama masa penyeberangan. Tidak ada lagi kegiatan mengobrol dengan nahkoda seperti sebelumnya. Saya terlalu malas siang itu. Matahari yang bersinar terlalu garang adalah penyebab utamanya. Karena itu, saya lebih memilih bertahan di dek penumpang, dekat dengan kantin yang penuh makanan. Nyammm…
Hembusan angin dari arah depan begitu kencang. Tak ada penghalang apapun yang bisa melindungi saya dari angin tadi. Maklum, posisi saya berada di dek penumpang bagian luar. Di area depan pula. Untungnya ada Pak Agam, jadi, secangkir kopi dipadu segelas mie instan sepertinya cocok dijadikan penghalang cadangan. Traktir lagi ya Pak. :p
***
4 jam sudah kapal diombang-ambing lautan, dihempas angin kencang. Akhirnya kami tiba juga di Pelabuhan Lembar, Lombok. Tak ada gangguan preman seperti yang saya rasakan pada 2 kali perjalanan backpacking sebelumnya. Pelabuhan terlihat lengang siang itu. Pada beberapa bagian, tampak perbaikan yang masih separuh jalan.
Di halaman parkir pelabuhan, semua anggota tim dikumpulkan. 7 Daihatsu Terios diinstruksikan segera merapat ke dalam barisan. Setelah segalanya dianggap aman, perjalanan pun kami lanjutkan. Bermodal angka odometer 2018, pelan tapi pasti Terios 7 memacu kendaraan, menjadi sweeper di belakang iring-iringan.
Kabarnya, Pulau Lombok adalah tanah kelahirannya, tapi, kenapa dari 10 km yang telah kami lalui, baru satu Cidomo saja yang terlihat ya? Itupun hanya di Jalan Raya Rumak, Kediri, Lombok Barat. Hmm…
Kami terus melaju ke arah utara, melintasi Jalan A. A. Gde Ngurah Rai menuju Cakranegara. Pada kilometer 2,054 (Terios 7), iring-iringan kendaraan tiba-tiba belok kanan, ke Rumah Makan Taliwang Kania. Yeah! Kita makan lagi!
Kalau dihitung-hitung, berarti ini adalah makan siang bersama kami—Tim Terios 7 Wonders—yang kedelapan. Saya jadi berpikir, sepertinya perjalanan panjang ini lebih tepat disebut dengan Ekspedisi 6 Pack to 1 Bag ketimbang Ekspedisi Hidden Paradise. Alasannya apalagi, kalau bukan… Makan terus! Daging-dagingan pula. Hahaha. Yah, alhamdulillah, kapan lagi bisa perbaikan gizi seperti ini. 😀 [BEM]
wah sukses terus 🙂
🙂 hehehe